Kehamilan adalah harapan saya setelah menikah. Namun saat itu saya dan suami sama-sama bekerja di kota yang berbeda, jadi tidak bisa sering bertemu ataupun berbulan madu layaknya pasangan pengantin baru. Hal itulah yang mendorong saya resign dan ikut suami ke kota C. Di sana saya menjadi ibu rumah tangga dengan mengurus suami dan membuka usaha kecil-kecilan di bidang craft untuk mengisi waktu luang.
Harapan agar saya bisa cepat hamil, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hingga pernikahan kami berusia 5 tahun pun saya tak kunjung hamil! Berbagai upaya sudah diusahakan, mulai pengobatan medis hingga jalan alternatif menggunakan herbal, tidak ada hasilnya. Tetangga, teman, saudara, kerabat mulai banyak yang bertanya setiap kami mudik. Ada yang prihatin, ada yang mencemooh. Semua kami terima walau jujur saya menjadi minder. Bahkan untuk bertemu orang yang memiliki anak pun rasanya segan. Saya jadi jarang bergaul dengan tetangga karena kata-kata mereka kadang menyakitkan.
Sampai saya dan suami memutuskan mengikuti program hamil, yaitu inseminasi dan bayi tabung di kota S. Sebenarnya niat kami waktu itu ingin mengikuti program inseminasi saja karena waktu itu biayanya bayi tabung tidak murah. Namun ketika proses berlangsung, sel telur saya ternyata ada 4 buah. Dokter mengatakan jika diinseminasi, bisa-bisa jadi kembar 4 dan itu menimbulkan resiko untuk ibu dan janin. Oleh karenanya, dokter menyarankan kami menjalani setengah proses bayi tabung yaitu Ovum Pick Up (OPU) dan Embrio Transfer (ET). Itu adalah proses pengambilan sel telur dan penanaman embrio setelah sel telur dan sperma dibuahi di luar kandungan.
Setelah melalui proses panjang yang melelahkan nan menyakitkan itu, akhirnya hasilnya keluar. Sayangnya ... negatif. Prosesnya gagal karena embrio tidak mau menempel pada dinding rahim. Saya pun menstruasi. Betapa hancurnya hati ini waktu itu. Perasaan saya bagai naik roller coaster, setelah melambung tinggi karena tim dokter mengatakan kemungkinan saya hamil tinggi karena umur saya waktu itu kurang dari 30 tahun serta hasil pemeriksaan sebelumnya menyatakan bahwa saya beserta suami sehat, kemudian terhempas begitu saja karena saya tidak hamil.
Kata dokter, "Saya tidak memberi resep obat karena Anda berdua sama-sama subur. Kalau sampai 3 bulan ke depan ibu belum hamil, bisa kembali ke sini untuk program bayi tabung dari awal.”
Dalam hati, saya berujar, “Apa iya saya bisa hamil alami dalam 3 bulan ke depan?”
Hari demi haripun berlalu, saya dan suami melewatinya dengan pasrah karena merasa sudah berusaha tak henti-henti. Kami terus berdoa. Kami yakin Allah akan memberi amanah pada suatu hari nanti. Sebagai pelipur hati yang gundah, kami sering bepergian dan wisata kuliner. Hingga suatu hari saat kami bepergian jauh menggunakan sepeda motor, pada perjalanan pulang kami kehujanan dan banyak melewati jalanan berlubang.
Sampai rumah, saya teringat harusnya hari ini jadwal menstruasi. Jadwal haid saya selalu teratur, tetapi sampai seminggu haid saya tidak kunjung datang. Waktu itu saya pikir hormon terganggu karena usai mengikuti program bayi tabung, jadi saya terlambat haid. Namun sampai dua minggu lebih pun haid saya tak kunjung datang. Akhirnya saya beranikan diri memberi testpack dan ternyata muncul 2 garis tegas. Apakah mungkin saya hamil?
Saya pun membangunkan suami. Kami saling berpelukan, menangis bahagia dan sujud syukur. Keesokan harinya saya dan suami ke dokter kandungan. Dokter menyatakan saya hamil dengan 6 minggu. Alhamdulillah... saya dan suami sangat bahagia mendengarnya.
Kehamilan saya lalui dengan tidak mudah karena mengalami mual muntah serta badan lemas dan kepala pusing. Saya tidak bisa beraktivitas padahal waktu itu pesanan craft sedang banyak. Akhirnya saya tutup sementara usaha saya karena ingin fokus pada kehamilan. Alhamdulillah suami sangat mendukung. Bahkan ketika saya tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga maka suami yang mengerjakannya.
Memasuki trimester kedua, badan saya sudah lebih enakan. Saya bisa makan beberapa makanan yang saya suka, walau di kota ini saya tidak mendapat makanan yang diinginkan. Sampai usia kandungan 7 bulan, saya masih mual muntah tapi tetap sering ikut suami jika beliau sedang dinas di luar kota. Ketika usia kandungan saya 8 bulan menjelang 9 bulan, nafsu makan saya meningkat karena orang tua saya datang. Ibu memasak makanan kesukaan saya.
Tiap hari saya perbanyak jalan-jalan pagi, mengepel lantai dengan posisi kepala dan dada sangat rendah, memperbanyak sujud dan saya sudah merasakan kontraksi-kontraksi palsu sejak usia kandungan saya 8 bulan. Ketika kandungan berumur 40 minggu lebih 5 hari, saya melahirkan putra pertama secara normal dengan berat 3,8 Kg dan panjang badannya 52 cm. Putra kami ini kami beri nama Dzulfikar Ihsan Pradhika. Senangnya ...
Jadi, bagi pembaca yang lama belum dikaruniai momongan, tetaplah berusaha dan berdoa. Setelah itu pasrahkan pada Allah, tetaplah yakin bahwa suatu saat Allah akan memberikan amanah itu.
Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Puput Ravika Yunita, ST. Lahir di Gresik 20 Juni 1984, putri pertama dari 2 bersaudara. Istri dari Danny Setyapradja, ST dan ibu dari Dzulfikar Ihsan Pradhika. Ibu rumah tangga yang memiliki hobi kuliner, memasak, dan berkreasi ini menjalankan usaha di bidang craft disela-sela kesibukannya sebagai IRT. Alumni Arsitektur ITS ini bercita-cita menjadi crafterpreneur yang sukses. Beberapa karya kreasinya bisa dilihat di Fb : Little Chiq dan blog: littlechiq.blogspot.com. Akun Fb : Puput Ravika Yunita, Domisili: Purwokerto
Puput Ravika Yunita |
0 komentar:
Post a Comment