''Alhamdulillah...'' ucapku penuh syukur saat melihat alat tes kehamilan menunjukkan positif hamil. Memang aku dan suami merencanakan langsung punya momongan setelah menikah, dan Allah mengabulkannya. Sungguh bahagia dan syukur yang tiada terkira. Hanya saja, tanggung jawabku sebagai kepala sekolah sempat membuatku sedikit khawatir. Pasalnya aku harus sering bolak-balik ke kota kabupaten bahkan provinsi yang jaraknya sangat jauh dan harus melewati pegunungan untuk mengikuti beberapa kegiatan dan workshop. Perlahan kuelus perutku dan berkata dalam hati, ''Sayang ... Kita akan melewati banyak rintangan. Kamu yang kuat ya, Sayang. Bunda akan selalu menjagamu.''

Benar saja, di dua bulan usia kandungan, aku harus ke Kota Masohi, ditempuh dalam waktu 6 jam perjalanan. Itu tidak hanya sekali. Apalagi saat itu sekolah kami mendapat bantuan sebuah gedung perpustakaan dari dana DAK pemerintah kabupaten. Pernah ketika aku baru 2 hari di rumah, ditelepon untuk berangkat lagi ke Masohi karena ada kegiatan monitoring dari provinsi. Selesai kegiatan tersebut, badanku down. Rasanya dingin, mulut pahit dan tubuh seakan tak bertenaga. Tapi tugas juga tidak bisa ditinggalkan. Setelah sehari istirahat, aku kembali berangkat ke sekolah. 

Seminggu kemudian, aku harus kembali ke Kota Masohi untuk mencairkan dana bantuan bangunan tahap ke-2 dan 3 dengan kondisi tubuh yang belum benar-benar fit. Proses pencairan tak segampang yang kukira. Karena saat itu ada ratusan sekolah yang datang untuk tujuan yang sama, alhasil harus rela mengantre berjam-jam bahkan sampai malam. Ujian tidak sampai di situ, pencairan tahap ke-3 terkendala. Karena ada masalah di sekolah yang lain, beberapa sekolah termasuk sekolahku tidak bisa segera mencairkan dana. Kemungkinan 2 sampai 3 bulan kemudian baru bisa cair. 

“Ya Allah ...” batinku. “Berilah aku dan janinku kekuatan serta kesabaran.” 

Setelah pulang dari Masohi, beberapa hari kemudian terjadi masalah dengan perutku. Tiba-tiba saja perutku sakit dan nyeri. Memang tadi waktu keluar dari gerbang sekolah, motorku sempat anjlok di jembatan. Mamah sangat khawatir, beliau langsung menelepon bu bidan. Bu bidan lalu memberiku suntikan dan vitamin penguat kandungan. Aku harus bedrest selama 3 hari, tidak boleh turun ranjang kecuali untuk ke kamar mandi dan makan. Waktu itu kandungan baru memasuki usia 4 bulan, masih sangat rentan. Terlihat muka Mamah sedikit pucat, gemetar karena khawatir. Diam-diam aku meneteskan air mata. Betapa kau mencintaiku, Mamah.

Menginjak usia 5 bulan kandungan, kondisi badanku mulai pulih. Selera makanpun kembali, aku selalu ingin makan yang enak dan pedas. Ada-ada saja keinginanku, kadang ingin makan ayam asam pedas, sop kepiting, dan lain-lain. Beruntung aku tidak mengidam yang aneh-aneh. Perutku juga mulai membesar, sering kuelus dan ajak mengobrol. Katanya kebiasaanku itu bisa menstimulasi otak anak supaya cerdas. 

Pada bulan ke-6, Mamah sudah menetukan tanggal selamatan 7 bulanan. Katanya menurut adat jawa, tanggal yang baik adalah tanggal 7, 17 dan 27. Aku ikut apa kata Beliau. Nah, sebelum selamatan, kembali aku mendapat tugas mengikuti workshop. Kali ini di Ambon. Akhirnya aku ditemani mamah berangkat ke sana, Mamah tidak tega melihatku dengan perut besar sendirian. Perjalanan ditempuh sehari semalam dengan bus, lalu harus menginap di pelabuhan fery untuk menyeberang ke Pulau Ambon. 

Baru keesokan harinya kami menyeberang dengan kapal dan tiba di Ambon sekitar jam 9 pagi. Untung ada adik lelakiku yang sedang kuliah di kota itu. Jadi selama kegiatan, Mamah bisa tinggal di kost-kostan adikku. Workshop berjalan 2 hari, kegiatannya dimulai dari pagi hingga larut malam. Pinggang rasanya panas karena terlalu lama duduk untuk mendengarkan materi. Kuelus-elus perutku sambil berkata dalam hati, ''Sabar ya, Sayang ...''

Belum selesai kegiatan di Ambon, kembali aku mendapat telepon dari dinas kabupaten untuk segera datang mencairkan dana tahap ke-3 bangunan sekolah. Begitulah, usai workshop, kami mampir dulu ke Masohi menggunakan kapal cepat. Kembali, prosesnya berjalan lama. Hampir sebulan aku di situ sendirian karena Mamah pulang terlebih dahulu. Selesai pencairan dana, aku langsung pulang dan memutuskan istirahat total, menunggu kelahiran buah hati. Lagipula suami pun tidak mengizinkan aku pergi-pergi lagi. Alhamdulillah, pada pertengahan Ramadhan, lahirlah putri pertama kami yang diberi nama Adzkia Saufa Ramadhani.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Hermawati, guru honor dengan akun facebook Erly ThepowerofLove ini lahir di Maluku Tengah, 02 Desember 1986. Ia tinggal di Desa Wonosari, Kec. Seram Utara Timur Seti, Kab. Maluku Tengah. Hobinya membaca buku.

Hermawati

Aku menikah tanggal 10 Juni 2013 pada usia ke-20 tahun. Setahun kemudian, aku mengandung anak pertama. Sebelum tahu kalau hamil, aku sering mual-muntah dan sakit kepala. Akhirnya kuputuskan periksa ke dokter kandungan. Oleh dr. Suhendri yang beralamat di Tanjung Pandan Belitung Barat, usia kandunganku dinyatakan sudah 2 bulan. Aku, suami dan seluruh keluarga besar sangat senang dan bahagia. Ini calon anak dan cucu pertama di keluarga besar kami. 

Saat usia kandunganku 3 bulan, aku mulai tidak nafsu makan atau minum. Terlebih nasi, mencium baunya saja membuat mual-muntah. Air juga tidak bisa masuk ke dalam perut. Aku mulai resah, bagaimana dengan kondisi janinku kalau terus seperti ini? Akhirnya kupaksakan meski setelah masuk harus kumuntahkan lagi dan lagi. Begitulah seterusnya, hingga aku harus menginap selama 3 hari di rumah sakit. Aku ketergantungan obat anti mual dari dokter. 

Dalam kondisi lemas, aku masih harus bekerja di salah satu perusahaan Belitung. Karena sering tidak masuk kerja, peringatan datang berkali-kali. Aku terpaksa bekerja sebab kebutuhan hidup harus dipenuhi, apalagi kami sudah punya calon buah hati. Hati ini berat untuk berhenti bekerja, jadi tetap kulakukan walaupun keadaan hampir tak berdaya. 

Keadaan itu diperburuk dengan penyakit cacar api yang menyerangku. Aku semakin khawatir dengan kondisi janinku yang baru 4 bulan. Tubuh terasa panas bak dibakar, begitu menyakitkan sekaligus gatal. Aku terus berobat tanpa putus asa. Setelah 2 minggu terbaring sakit hingga berat badan turun 11 Kg, akhirnya saya sembuh dan Alhamdulillah dokter menyatakan janinku baik-baik saja. 

Menginjak usia kandungan yang ke-7 bulan, aku sudah bisa makan dan minum sedikit demi sedikit meskipun masih mengkonsumsi obat anti mual. Aku pun mempersiapkan kelahiran sang buah hati, menjaga diri dengan cara berjalan pelan dan tidak terlalu jauh tiap subuh dan selepas kerja. Juga sering jongkok ringan untuk mengendorkan otot-otot jalan lahir. 

Ketika usia kandungan sudah 9 bulan lebih 11 hari, di jam 5 pagi kurasa ngilu pada perut. Baru kuindahkan ketika rasa ngilu kurasa tiap 10 menit. Jadi tepat jam 1 siang, kuhubungi bidan. Setelah diperiksa, ternyata sudah bukaan satu. Karena masih kuat jadi kuputuskan untuk tetap di rumah saja. 

Setelah rasa sakitnya kian sering, yakni dirasa tiap 2 menit sekali, pada pukul 16.10 WIB, aku kembali diantar suami pergi ke bidan. Butuh waktu setengah jam untuk sampai tiba di tempat tujuan. Ternyata sudah bukaan 4. Sakitnya terus menerus dirasa, hampir tak ada jeda bahkan bidan tidak sempat memeriksa detak jantung janinku. Kemudian pada pukul 18.18 WIB tanggal 19 April 2014, anak kami lahir. 

Sujud syukur tak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan keselamatan padaku dan bayi kami. Tangis haru dan bahagia terlihat dari semua keluarga kami. Walau sewaktu hamil penuh cobaan dan air mata, fase-fase terlewati dengan baik dan rasa sakitnya tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan kebahagiaan karena kehadiran sang buah hati yang telah dinanti. Tidak semua wanita beruntung mendapatkan keturunan, oleh karenanya sayangilah janin dalam kandungan dan lawan segala cobaan serta rasa sakit itu. Tetap semangat dan terus berdoa. 

Terima kasih Yaa Allah ... telah Engkau beri anugerah terindah yaitu seorang bidadari bernama Laesa Kurnia Nengsih.

Semoga kisah ini bermanfaat. Salam sayang dari saya, Lisnawati. 

Langang, Belitung Timur
30 Januari 2015

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Lisnawati, lahir di Tanjung Pandan, 01 September 1992. Karyawan swasta yang gemar menyanyi ini beralamat di jalan Tengah Dusun Langkang Desa Lintang RT. 25 RW. 6 Kec. Simpang Renggiang Kab. Belitung Timur Prov. Bangka Belitung. Ia bisa dihubungi di akun facebook Lisnade Selalu Dihati.
Lisnawati

Menjadi seorang ibu memang dituntut untuk bisa ini-itu. Mengurus anak, mengurus suami, dan mengurus rumah, tiga hal wajib yang rasanya benar-benar menyita waktu. Saya sempat berpikir, apakah setelah menjadi ibu, saya tak lagi bisa melakukan hal lain di luar semua itu? Bukannya saya tidak bersyukur, tapi di dalam hati, ada keinginan lain. Menggapai mimpi misalnya.

Saya suka menulis. Sejak lulus SD saya mulai suka corat-coret buku entah itu menulis pantun, puisi asal jadi, juga cerpen. Kadang seisi kelas bergantian menikmati hasil coretan tangan saya. Hobi itu masih saya geluti sampai SMA. Saat itu saya benar-benar ingin jadi PENULIS! Tapi kemudian, ketika saya lulus dan dihadapkan pada kenyataan hidup, saya membuang mimpi itu.

Lama, setahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun, lima tahun kemudian saya menemukan dunia menulis online. Saya bergabung dengan grup-grup kepenulisan di facebook. Saya ikuti lomba-lombanya, sampai kemudian saya memungut kembali mimpi yang telah saya buang bertahun-tahun itu. Ternyata, saya masih ingin jadi PENULIS!

Saya belajar dan bertekad menggapai mimpi itu sebelum saya lulus kuliah dan naik ke pelaminan. Alhamdulillah, berhasil. Saya telah menerbitkan 3 novel remaja yang mejeng di toko buku seluruh Indonesia. Mimpi itu telah jadi kenyataan.

Tapi saya kemudian menemukan kenyataan lain. Saya tak bisa mempertahankan label "PENULIS" setelah saya dianugerahi label "IBU". Saya disibukkan dengan bayi kecil, suami, urusan rumah, dan urusan uang. Saya tak lagi punya waktu untuk menulis karena waktu untuk beristirahat saja rasanya kurang.

Saya menikmati kebersamaan dengan anak, suami, dan keluarga. Saya menikmati semuanya. Tapi tetap ada yang kurang. Seperti ketika lidah terbiasa makan pedas, lalu harus dibiasakan makan tanpa cabai. Rasanya kurang ada sensasinya.

Akhirnya, saya membulatkan tekad untuk kembali menulis. Setidaknya dari blog. Blog inilah yang kemudian saya buat untuk melengkapi rasa yang kurang tadi. Saya sekarang seorang ibu, dunia saya tak jauh dari urusan anak dan keluarga. Saya akan menuliskan apa-apa yang saya alami dan mungkin bisa berguna bagi orang lain. Baca: Ibu Rumah Tangga Juga Bisa Jadi Penulis.

Saya mencari celah untuk dapat menulis. Ketika semua rutinitas telah beres, itulah waktu saya. Di sebelah anak yang tertidur, saya mulai ketak-ketik sambil sesekali mengusap dan menepuk halus punggungnya jika ia gelisah dalam tidurnya. Kadang pula saya buru-buru membuat susu jika si kecil mulai merengek haus.

Kalau Jagoan ini bangun,
aktivitas ketak-ketik berubah jadi tepak-tepuk :D

Untuk satu postingan, saya menghabiskan waktu paling tidak 2-3 jam di malam hari. Itulah mengapa rata-rata postingan saya dipublish tengah malam. Kalau ada yang dipublish pagi atau siang, itu pasti karena si kecil tidurnya tidak tenang, sehingga saya terpaksa berhenti menulis dan melanjutkan sisa tulisan untuk diposting esok harinya.

Begitulah, saya sedang berusaha konsisten untuk terus menulis. Karena saya yakin, menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tak bisa melakukan hal lainnya. Banyak ibu-ibu di luar sana yang tetap bisa mengatur waktunya untuk menggapai mimpi. Kalau mereka bisa, saya juga bisa kan? 

"Ciptakan peluangmu, Bu! Kita tetap bisa bermanfaat bagi dunia meski telah jadi ibu-ibu..."

Diikutsertakan dalam Giveaway Cerita di Balik Blog
Saya menikah 15 Juni 2013. Pada saat itu saya sudah bekerja di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Samarinda, yaitu RS Darjad. Karena ada suatu masalah, akhirnya saya berhenti. Lepas itu, saya tidak bisa duduk manis di rumah. Saya ingin membantu suami untuk mencari nafkah agar bisa punya rumah sendiri. Setelah beberapa hari mencari pekerjaan, datanglah panggilan kerja di sebuah bank ternama. Tapi belum rezeki, mereka mengutamakan wanita yang belum menikah dan bisa untuk ditempatkan di manapun cabang bank berada. Saya lalu berusaha kembali mencari pekerjaan, dan akhirnya dapat di suatu perusahaan tempat dimana ada teman saya yang juga bekerja di sana. 

Hari-hari terlalui seperti biasa tapi kali ini setiap bulan selalu berdebar menunggu kabar kehamilan saya. Tanpa bosan tes urine, minggu terakhir Desember 2013 saya tetap mencoba pakai testpack karena tidak datang bulan selama 2 minggu lebih. Hasilnya ... sedikit membuat saya senang meskipun masih ragu. Akhirnya saya periksa ke bidan dan dinyatakan positif hamil. 

Rasanya senang sekali. Namun ada kesedihan dan perasaan was-was karena baru bulan ke-4 saya bekerja. Apakah saya akan dipecat? Dengan kebulatan tekad, saya tidak mau ambil pusing. Ternyata Allah begitu sayang, bukan hanya calon buah hati tetapi pekerjaan juga tak hilang. Saya tidak sendiri, para sahabat jua sedang hamil. Akhirnya ada teman untuk berbagi karena kami berada pada kondisi yang sama.

Selama hamil, tidak ada mual atau ngidam seperti orang hamil pada umumnya. Hanya saja kondisi tubuh mudah lelah. Berkat dukungan serta kasih sayang yang diberikan suami membuat saya tetap bersemangat menjalani kehamilan. Dia juga adalah sosok imam yang sempurna, bangga dan sangat bersyukur diri ini telah memilikinya. 

Saya tetap bekerja rutin, tak boleh ada kesempatan mengeluh. Saya ingin kelak si buah hati menjadi anak yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Sewaktu ramadhan, usia kandungan sudah 7 bulan. Saya pun tak ketinggalan berpartisipasi menjalankan perintah agama, karena ingin mengajarkan sang anak untuk berpuasa sedini mungkin. Namun tidak seindah yang diharapkan, ternyata saya hanya sanggup bertahan 3 hari. Saya muntah-muntah sebab maag.

Tiap bulan saya rutin periksa ke puskesmas atau pun dokter spesialis kandungan. Keadaan janin normal, air ketuban dan posisinya juga bagus. Nah ketika memasuki bulan ke-8, posisinya menjadi sungsang dan terlilit tali pusat. Sedih dan takut sekali rasanya, beruntung dukungan suami dan orangtua tak pernah lepas. Orangtua menyarankan agar dipijat agar bisa mengubah posisinya mumpung belum 9 bulan. Dokter juga menyarankan agar saya sering dalam posisi sujud. Semua saran saya ikuti. 

Apalah daya, Allah berkehendak lain. Sang janin tetap dalam keadaan demikian. Walau perkiraan kelahiran jatuh pada akhir Agustus atau awal September 2014, oleh karena air ketuban sudah mulai berkurang maka di awal Agustus saya pun direncanakan dokter bersalin lewat operasi tanpa harus menunggu adanya kontraksi.

Tanggal 4 Agustus 2014 di hari Senin, orang tua menganjurkan saya bersalin di hari itu. Katanya hari baik karena merupakan hari kelahiran Rasulullah. Lagi-lagi saya menurut. Sesampainya di RS, ternyata saya tidak bisa lagsung dioperasi karena masih membutuhkan obat yang disuntikkan pada tubuh saya demi kebaikan jantung janin saya.

“Harus dikuatkan dulu sebelum dioperasi,” kata tenaga medis yang menyuntik saya.

Esoknya, lahirlah seorang bidadari kecil, hasil buah cinta saya dengan suami tercinta. Kami menamainya Zahidah Akualbi Nadhifa, yang artinya wanita cantik, berhati baik dan lemah lembut.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Kartika Ayu Lestari dilahirkan di Samarinda pada 14 Maret 1991 silam. Ia menetap di Perum Pondok Karya Lestari No. 710 Blok B RT.09 RW.03 Sei Kapih, Sambutan, Samarinda Kaltim. Pekerja swasta yang suka mendengarkan musik ini bisa dihubungi via akun facebook Thika Cuantik.

Kartika Ayu Lestari

Setengah tahun dari pernikahan, aku dinyatakan hamil setelah sebelumnya sempat ditanyakan terus oleh bapak mertua yang sepertinya ingin segera mendapat cucu dari kami. Sebuah kehamilan yang membahagiakan dan dinanti karena usiaku sudah mendekati kepala 3, tapi aku optimis karena banyak teman di kantor yang mengalami hal yang sama. Aku lihat mereka enjoy dan tenang walau hamil di usia 30-an.

Karena morning sickness, mual kurasa sejak mandi jam 5 pagi dan berlanjut saat di mobil yang disetir suami menuju kantor di bilangan Sudirman. Karena sudah sangat paham dengan kebiasaan baru, tong sampah di dalam mobil berubah menjadi penadah muntah. Setelah muntah terasa lebih lega, aku jadi bisa menikmati sarapan dengan menu yang kusuka: roti tawar isi bervariasi dari isi coklat, keju, susu cair, meses atau dibuat sandwich dengan potongan tomat dan tuna lapis mayonais. Selain itu, aku yang biasanya tidak suka telur ceplok, ketika hamil malah hampir setiap saat menikmatinya. Kalau katanya orang hamil suka ngidam atau suka rujak, ternyata aku tidak mengalaminya.

Melangkah pada trimester 2, rasa mual-muntah mulai hilang. Sekarang ganti nafsu makan membesar karena saat makan jadi terasa lebih enak tanpa khawatir dimuntahkan lagi. Tidak heran pada kehamilan pertama total kenaikan berat badanku sampai 21 Kg.

Aku mulai mengikuti senam hamil pada trimester 3. Banyak manfaat yang diperoleh mulai dari pelajaran perawatan payudara, persiapan memberi ASI, cara mengejan saat persalinan, perlengkapan yang harus dipersiapkan saat jelang hari persalinan, senam untuk membantu kelancaran persalinan, perawatan bayi lahir hingga bertemu dengan sesama teman yang hanya berbeda minggu umur kelahiran. Kami jadi saling share dan mendoakan.

Ternyata perkiraan kelahiran dari dokter maju 2 minggu sehingga hari pertama cuti adalah hari kelahiran Filza Azkiya. Sebelumnya pada 24 Maret 2008 pukul 03.30 WIB, aku terbangun dari tidur karena keluar air seperti kencing padahal aku merasa tidak pipis. Pun ada sedikit bercak darah, yang kata pengajar senam hamil inilah tanda kelahiran.

Aku hanya ditemani suami berangkat ke RS. Hanya berdua karena Mama masih di Purbalingga dan butuh 10 jam perjalanan ke Jakarta. Setibanya, dilakukan pemeriksaan dalam padaku. Ternyata sudah pembukaan dua tapi aanehnya aku tidak merasa mulas. Sedangkan di sampingku ada bunda dengan kondisi yang sama, pembukaan dua juga, sudah memakai kain sarung dan perutnya mulas-mulas. 

Sampai jam 6 pagi, pembukaan bertambah menjadi 3 tetapi tidak mulas juga. Akhirnya bidan menghubungi dokter yang ternyata masih terkena macet di perjalanan. Dokter menganjurkan untuk diinduksi dengan cara menginfusku dan memasukan cairan melalui alat tersebut. 

Benar saja, sejam ke depan, mulai terasa mulas. Ketika pembukaan jadi 8 di jam 12 siang, para bidan memindahkanku ke ruangan tindakan. Karena dirawat di RS Haji, saat mau melahirkan aku diajak berdoa dan menahan sakit dengan menyebut Basmallah dan Allahu Akbar, tanpa ‘mengaduh-aduh’. 

"Aduuuh mulassss ... Cara mengejan bagaimana ya?" tanyaku.

Ada seorang bidan yang menjawab, "Coba ingat-ingat pelajaran senam hamilnya.”

“Lupaaa!" 

Dokter hadir saat mulas tiada hentinya. Proses kelahiran menjadi sangat cepat setelah ada yang dipecahkan oleh dokter. Cairan yang amat banyak keluar, dokter memberi aba-aba untukku mengejan. Kutarik nafas beberapa kali hingga saat puncak mulas aku disuruh mengejan, tarik nafas, nafas sambung, mengejan, nafas sambung akhirnya seperti buang air besar yang terbesar. Allahu Akbar ... lahirlah si kecil. Rasa sakit sirna saat melihat si kecil berlumur darah dan air ketuban. 

Inilah sekilas kisah kehamilan dan kelahiran yang membahagiakan. Semua berkat Allah yang memberi kemudahan walau melewati semua masa itu saat jauh dari orangtua dan saudara. Berbahagialah saat hamil dan nikmatilah setiap moment-nya maka semua akan terasa membahagiakan.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Nenny Makmun, menulis tanpa batas (Write without boundaries) dalam http://noorhanilaksmi.wordpress.com/. Ibu dua puteri kelahiran 14 Juni 1975 menyukai aktivitas seputar rumah, menulis ditemani anak-anak yang ribut, jadi sopir dan sesekali mencoba resep-resep baru dan tengah bekerja sama mengelola les bahasa Inggris Homely. Tinggal di Perum Bukit Golf Arcadia Housing blok F6 no 10. Novel yang sudah terbit : Novel Ketika Mulai Mencintai (Zettu Publishing), Novel Di Sudut Hati (Rumah Oranye), Novel Karena Aku Memilihmu (Rumah Oranye), Cinta Tanpa Batas (Zettu Publishing), Forgotten Angel (Rumah Oranye), Pupus (Rumah Oranye), Dalam Sebuah Kloset (Grasindo), The Real Prince_teenlit (Alif Gemilang Pressindo, Aku Bukan Pilihan (Kino Pubishing). Email : nennyrch02@yahoo.com – FB : Nenny Makmun – Twitter @ichandfay.

Nenny Makmun

Akhir-akhir ini, nama-nama aneh bermunculan. Setelah nama Tuhan diekspos, menyusul pula nama-nama lain seperti Saiton, Malaikat, D, Andy Go To School, N, dan (.). Tentu saja masih ada banyak nama-nama tak biasa di luar sana yang lebih aneh dan unik. Sah-sah saja memang karena memberi nama adalah hak orangtua. Tapi alangkah baiknya jika kita berpikir matang-matang sebelum menyematkan nama tersebut untuk buah hati kita. Jika kita kembali merujuk ke literatur agama Islam, memberikan nama anak yang baik pun merupakan salah satu kewajiban orangtua terhadap anak. Jadi, anak berhak mendapatkan nama yang baik untuknya.

Nama adalah doa seumur hidup yang akan disandang oleh anak. Nama yang artinya baik, memiliki pengharapan yang baik pula. Nama yang dipilih tersebut, kelak dapat mempengaruhi kepribadian, cara hidup, dan lingkungan anak. Oleh karena itu, seharusnya orangtua memberikan nama yang baik sebagai penginspirasi kebaikan dalam hidup sang anak.

Bagi pasangan muda yang baru menikah dan tengah menanti kehadiran buah hatinya, momen pemilihan nama bayi menjadi hal yang tak kalah seru dan pentingnya dibanding persiapan persalinan yang lain seperti mempersiapkan perlengkapan bayi. Bahkan bisa dibilang, memilih nama bayi terasa lebih sulit daripada mempersiapkan hal-hal tersebut.

Artikel terkait: Persiapan Persalinan

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memilih nama anak yang baik, yaitu:

1. Cari nama yang memiliki makna

Carilah nama yang memiliki makna bagus. Bisa dengan mengambil nama-nama religius, mengambil nama-nama pemimpin dan orang populer, mengambil nama-nama benda, bisa juga dengan menggabungkan nama orangtua. Setelah didapat nama yang indah, carilah maknanya dalam berbagai bahasa. Jangan sampai nama yang kita pilih memiliki arti negatif dalam bahasa lain.

2. Cari nama yang mudah dieja

Hindarilah pemberian nama yang terlalu unik dan susah dieja. Hal ini bisa mempersulit anak semasa sekolah nanti. Nama yang mudah dieja mengantisipasi kesalahan pemberian nama di ijazah anak. Begitu pun nanti di dunia kerja.

3. Cari nama yang tegas menjelaskan jenis kelamin

Pilihlah nama yang jelas untuk anak laki-laki atau perempuan. Jangan memberi nama 'feminim' untuk anak laki-laki dan sebaliknya. Itu bisa menyulitkan anak di dunia kerja yang nantinya bisa saja mensyaratkan gender tertentu.

4. Cari nama yang kelak tidak membuat anak tertekan

Nama berpengaruh terhadap rasa percaya diri anak. Jika dia tidak menyukai namanya, maka ia akan minder ketika bergaul. Pikirkanlah nama yang tidak memancing ejekan teman-temannya. Jangan sampai nama yang kita pilih dapat dengan mudah diplesetkan menjadi nama jelek dan menjadi bahan memperoloknya di sekolah. Penting juga untuk menyesuaikan nama dengan zaman karena memberi nama yang terlalu klasik  pun dapat membuatnya tertekan.

Sebagai referensi, ada banyak buku nama-nama bayi yang terbit dan beredar di pasaran. Selain itu kita juga bisa memanfaatkan internet. Banyak situs yang bisa kita kunjungi untuk menambah ide-ide nama bayi. Atau bisa juga meminta masukan dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu. Boleh kakeknya, boleh juga Kyai atau Ustadzh. Hal ini untuk lebih meyakinkan lagi apakah nama yang kita pilih sudah benar-benar baik bagi anak kita sehingga kelak tidak ada penyesalan. Seperti yang kita tahu, nama adalah doa. Semakin sering disebut, sama artinya semakin sering didoakan. Maka, masihkah kita mau asal-asalan memberi nama? Bisa jadi nanti doa itu dikabulkan!

Saat peresmian nama Muhammad Khalid Rizieq
Ketika keluar dari toko semalam, saya melihat kabut asap menutupi sebagian jalan. Sepanjang perjalanan pulang, yang saya rasakan kemudian adalah rasa perih di mata dan sakit di tenggorokan. Beberapa kali saya terbatuk lalu memutuskan untuk menutupi hidung dan mulut dengan bagian depan jilbab yang saya kenakan. Saya memang tak menyiapkan masker, karena biasanya kabut asap tidak begitu tebal di malam hari.

Saya jadi teringat si kecil dan bersyukur karena ia telah pulang lebih awal bersama neneknya. Kemudian ingatan itu merambat ke batuk yang dideritanya dua minggu terakhir ini. Pantas saja, batuk itu seakan tak mau menjauh. Baru mau sembuh, lalu kumat lagi. Terutama di malam hari. Si kecil jadi gelisah saat tidur dan kerap muntah setelah menyusu.

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di sebagian daerah Sumsel tahun ini terasa sangat mengkhawatirkan. Kabut asap membuat jarak pandang menjadi terbatas, resiko kecelakaan meningkat. Selain itu, kualitas udara yang masuk kategori sangat tidak sehat, menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Khususnya bagi penderita gangguan paru dan jantung, lansia, serta anak-anak.

Ketika saya membawa si kecil berobat ke dokter umum beberapa waktu lalu, pasien di sana pun sebagian besar adalah anak-anak dengan keluhan batuk dan pilek. Memang, dari sekian banyak dampak kabut asap bagi kesehatan, yang paling umum adalah iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, serta peradangan dan infeksi. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menjadi mudah terjadi karena tidak seimbangnya daya tahan tubuh, pola bakteri/virus penyebab penyakit, serta buruknya lingkungan.

Untuk mengantisipasi si kecil dari dampak kabut asap yang membahayakan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, yaitu:

1. Kurangi aktivitas di luar rumah

2. Jika memang terpaksa ke luar, pakailah kacamata agar tidak perih dan masker untuk menyaring udara yang dihisap

Si kecil pakai kacamata

3. Jangan sampai si kecil kurang cairan

4. Jaga asupan gizinya

5. Istirahat yang cukup

6. Jauhkan dari asap rokok

7. Upayakan agar polusi di luar tidak masuk ke rumah misalnya dengan membuka pintu dan jendela di pagi hari

8. Lindungi penampungan air minum dan penyimpanan makanan

9. Cuci buah-buahan sebelum di konsumsi

10. Bahan makanan dan minuman yang dimasak, masaklah dengan baik

Mudah-mudahan 10 hal tersebut bisa membantu menjauhkan anak kita dari polusi udara yang semakin tinggi tingkat pencemarannya. Mari kita berdoa semoga kabut asap cepat berlalu dan udara kembali bersih seperti dulu.
Setahun sudah rumah tangga kami, kejenuhan pun mulai ada. 

"Umi, coba ada dedek bayi ... pasti ramai! Kalau cowok, makin seru karena bisa main sama Abi," celoteh suami. 

Mendengarnya, aku hanya bisa berucap dalam hati, "Kenapa Allah belum memberiku momongan?"

Akhirnya, kami yang menikah tanggal 11 Juli 2012 kemudian ikut program hamil. Banyak dokter kami datangi, sampai akhirnya dokter mendiagnosa kalau ada kista di rahimku. Setelah itu, setiap hari kuminum obat dan rebusan daun sirsak. Alhamdulillah sembuh. Suami lalu mengajak program hamil ke RS Siloam. 

Pada 10 Maret 2014, aku merasa mual dan hasil testpack positif. Syukurlah. Selang beberapa bulan, aku nyidam ikan asin dan sate kambing. Saat itu rasanya begitu nikmat. Sampai akhirnya usia kandungan menginjak 32 minggu, aku jadi sering pusing, kaki bengkak, dan susah tidur. 

Kemudian aku periksa ke sebuah klinik bersalin di Jakarta. Ternyata tekanan darahku 200/120 mmHg! Astagfirullah ... Aku menginap selama 10 hari dengan beragam terapi yang dokter beri. 

Waktu persalinan tiba. Pada 29 September 2014, aku menjalankan SC pada pukul 07.15 WIB dan keluar pukul 08.30 WIB. Begitu tangisan pertama malaikatku terdengar, sungguh bahagianya aku menjadi seorang ibu. Usainya, aku dibawa ke ruang VIP B Mawar, tempat keluargaku menunggu. Sayangnya, bayiku yang terlahir prematur dengan berat hanya 1538 gram harus dibaringkan di dalam incubator Ruang Seruni.

Esok harinya ketika badanku pulih, kuantarkan ASI untuknya. Selalu begitu hingga 4 hari pasca oprasi dan dokter membolehkanku pulang. Tapi tidak dengan bayiku, karena beratnya belum mencapai 2500 gram. Selang 2 minggu kemudian, ada kabar kalau bayiku terkena infeksi. Lutut ini jadi gemetar dan lemas melihatnya kurus dan warna kulitnya kuning. Aku menyalahkan diri sendiri karena tidak menjaga pola makan selagi hamil. 

Kemudian, aku bertemu seorang ibu yg bernama Dina. Anaknya juga prematur dan dirinya sewaktu hamil diagnosa preeklampsia berat (PEB), sama seperti diriku. Ia berkata, "Umi Al, tengokin dedek tiap hari dong biar dia semangat melawan penyakitnya. Anak lebih senang dijenguk setiap hari, sama seperti teman-temannya di sini yang juga ditengokin ayah bundanya tiap hari." 

Dari situlah lalu aku dan suami tinggal di Jakarta untuk membawakan ASI dan menyemangati bayi kami tiap hari. Alhamdulillah ... setelah 3 minggu dirawat, bayi kami diperbolehkan pulang. Sekarang, 29 Januari 2015, genap 4 bulan usianya dan sudah 5800 gram. Malaikatku juga pintar dan aktif. Alhamdulillah ...


Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Dita Susilawati, seorang bidan yang memiliki hobi membaca ini tinggal di jalan raya Tanjung Lesung KP Neglasari RT. 02/01 DS. Panimbang Jaya Kec. Panimbang Kab. Pandeglang Banten. Ibu muda berkelahiran Pandeglang,14 Februari 1991 bisa dikontak via akun facebook Dita Susilawati.

Dita Susilawati
Memasuki trisemester ketiga kehamilan, banyak hal yang harus dipersiapkan ibu hamil, karena semakin matang persiapan, maka insyaallah semakin tenang saat persalinan. Nah, berikut ini beberapa persiapan yang saya lakukan sebelum persalinan:

1. Siapkan Mental
Melahirkan adalah peristiwa yang menegangkan, tapi bukan berarti kita harus panik dan ketakutan. Bersikap tenanglah. Ingatlah bahwa tinggal selangkah lagi kita akan bertemu dengan bayi mungil yang selama 9 bulan telah didambakan.

2. Tentukan Tempat Melahirkan

Tempat dimana kita bersalin, sangat penting untuk direncanakan terlebih dahulu. Jarak dan jalur tempuh adalah hal penting yang bisa dijadikan patokan dalam menentukannya. Di rumah, di klinik, atau di rumah sakit, tergantung kenyamanan kita. Kondisi ruangan bersalin sangat berpengaruh pada kondisi psikis kita nantinya.

3. Siapkan Perlengkapan Ibu dan Bayi

Semua keperluan ibu untuk persalinan dan setelah melahirkan, serta keperluan bayi dapat dipersiapkan paling tidak 4 minggu sebelum HPL. Berbelanja keperluan ibu dan bayi tentu sangat menyenangkan. Tapi sebaiknya, jangan langsung memborong, sebab tidak semua yang kita beli nantinya akan terpakai. Untuk ibu, perlengkapan yang harus dipersiapkan adalah peralatan mandi, baju ganti berkancing depan untuk menyusui, bra dengan ukuran yang sesuai, gurita ibu, pembalut, serta pompa ASI bila diperlukan. Sedangkan perlengkapan bayi meliputi popok, selimut, sarung tangan, kaos kaki, bantal, perlak, pakaian, tutup kepala, minyak angin, minyak telon, baby oil, sabun dan shampo. Masukkan semua perlengkapan itu dalam tas, letakkan di tempat yang mudah dijangkau jika tiba waktunya pergi ke tempat bersalin.

Belanja perlengkapan bayi

Selain 3 hal penting di atas, sebaiknya kita juga mempersiapkan diri dengan latihan-latihan yang akan mendukung persalinan. Jika semua persiapan telah matang, insyaallah kita akan lebih tenang dalam melaluinya. Tentu saja, dukungan dari orang terdekat seperti suami dan keluarga sangat dibutuhkan agar kita tidak stress sendiri karena khawatir persiapan kurang tepat atau persiapan persalinan ada yang terlewati.
Tanggal 6 Mei 2013, aku bersama beberapa orang rekan guru sedang duduk-duduk di ruang jaga. Seorang teman lalu menawariku bekal nasi gorengnya. Ia memintaku mencicipi, sedangkan dia sendiri meninggalkan kami karena ada sedikit urusan. Satu-dua sendok kulahap, sampai akhirnya ketika Ibu Nina, pemilik bekal datang, aku baru sadar kalau bekalnya habis kumakan. Sungguh tak enak hati, beruntung beliau tidak marah sama sekali. 

Aku heran dengan kondisiku sekarang, sering lapar, sakit kepala berlebih dan kram perut yang teramat sangat. Walau belum tepat sebulan menikah, kuberanikan diri membeli testpack. Hasilnya nihil, aku dan suami hanya menghela nafas dalam. Mungkin memang belum rezeki kami. 

Beberapa hari kemudian, aku mendapati bercak darah pada celana dalamku. Kupikir akan menstruasi, tapi belum jadwalnya. Kegiatan kulanjutkan dengan mencuci seember baju. Darah menstruasi tidak kunjung datang, pun bercak yang tadi timbul malah menghilang.

Keesokan harinya, kami menginap di rumah mertua. Aku memberanikan diri membeli testpack lagi. Alhamdulillah, kudapati 2 garis merah. Kontan aku berteriak kegirangan sampai suami kaget dan berlari ke arahku. Tak terkira kebahagiaan kami, sekaligus dari mertua maupun orang tuaku. Janin ini akan jadi cucu pertama mereka.

Tapi kebahagiaan runtuh saat kudapati darah yang cukup banyak pada pagi harinya. Aku sesenggukan, menyalahkan diriku karena bekerja terlalu berat tanpa memikirkan si jabang bayi. Semua orang termasuk suami dan orangtua tak henti-hentinya menghiburku. Aku hanya bisa bersabar sambil terus berdoa agar janinku masih bisa diselamatkan. Saat itu tepat hari Minggu, hari dimana semua dokter kandungan tidak membuka tempat prakteknya. 

Senin, kami membuat janji dengan dokter kandungan setempat. Hasilnya ternyata aku hamil dua minggu. Tapi kami kembali menelan pil pahit karena aku terancam keguguran. Aku diharuskan bedrest selama seminggu. Walaupun bedrest, aku masih saja mendapati bercak darah dan kram perut yang acapkali menghampiri. Akhirnya kuputuskan untuk menginap di rumah sakit. 

Di rumah sakit, aku merasa mual luar biasa. Jangankan untuk makan, minum pun aku tidak bisa. Akhirnya aku diinfus, semua obat dimasukkan lewat itu. Setelah 3 hari, dokter mengizinkanku pulang karena bercak darah sudah tidak ada. Namun aku masih diharuskan bedrest di rumah selama 3 hari.

Saat kandunganku berusia 7 bulan, kembali kudapati bercak darah dan rasa mulas! Apa ini pertanda aku akan melahirkan dini? Aku ketakutan. Semua orang di rumah pun kelabakan. Kami lalu pergi ke tempat praktek dokter kandungan. Dokter kemudian memeriksa bukaan dengan cara memasukkan jarinya dan mendorong perutku. Aku meringis kesakitan.

Dokter mengatakan gejalaku sebagai tanda melahirkan dini. Karena paru-paru sang calon bayi belum kuat, maka kami harus mengusahakan agar bukaan tidak terus bertambah. Aku pun menginap lagi di rumah sakit, diinfus lagi. Dokter juga menyuntikkan obat untuk memperkuat paru-paru calon bayiku. 

“Nak, kamu ingin bertemu Mama, ya? Mama juga... Mama sayang Adek! Kalau Adek sayang Mama, jangan keluar dulu. Paru-paru kamu belum kuat. Bantu Mama berdoa ya biar Allah mempertemukan kita dalam keadaan sehat wal’afiat,” ucapku sambil mengelus-elus perut.

Alhamdulillah, Allah mendengar doa kami. Bukaan tidak bertambah, kontraksinya juga hilang. Aku akhirnya diizinkan untuk pulang, dengan syarat tidak kerja berat lagi. Tanggal 26 Desember 2013, kudapati bercak darah tapi tidak menghiraukannya. Mungkin karena terlalu capek dan banyak pikiran. Keesokan harinya, bercak darah ternyata muncul lagi! Segera aku periksa ke rumah sakit swasta. Karena dokter sedang mengoperasi seorang pasien, aku diperiksa bidan senior. Alangkah kagetnya dia saat ketubanku sudah pecah tapi bukaan tidak bertambah. Diambilnya alat pemeriksa denyut jantung janin. Denyut jantungnya terdengar cepat sekali sehingga bidan menyarankanku untuk operasi. 

Selama di dalam ruang operasi, aku terus berdoa agar Allah SWT mempertemukan kami dalam keadaan sehat wal’afiat. Berkali-kali aku tak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius, hingga tiba-tiba kudengar tangisan bayi. Perlahan aku membuka mata dan kulihat dokter sedang menggendong seorang bayi.

“Selamat ya, anaknya laki-laki,” kata dokter itu. 

Sungguh aku begitu bersyukur. Walaupun si kecil sempat diberi oksigen, tapi aku bisa melahirkan bayi sehat dengan panjang 46 cm dan berat 3,1 Kg. Dia adalah anugerah terindah dalam hidup kami.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27Aksara, 2015)

Penulis: Dita Andini. Seorang ibu rumah tangga pecinta kuliner dan traveling. Lahir pada 24 September 1990. Tinggal di jalan Sisingamangaraja lorong Simaja 1 No.26 Palu, Sulawesi Tengah. Bisa dihubungi melalui akun facebook Dita Andini.

Dita Andini

NewerStories OlderStories Home