Salah satu permasalahan yang sering dialami bayi adalah ruam popok. Ruam popok ditandai dengan kulit meradang dan ruam kemerahan di daerah bekas popok, yang meliputi paha atas, pantat dan selangkangan atu sekitar daerah genital. Tentu hal ini bisa membuat bayi merasa tidak nyaman.

Bayi saya mengalaminya ketika berumur 9 bulan. Saat itu dia sedang aktif-aktifnya merangkak dan belajar berdiri. Awalnya, saya melihat ruam merah di sekitar daerah genitalnya. Tapi kemudian, ruam merah itu menyebar ke selangkangan dan pantat. Sedih sekaligus cemas rasanya. Karena meski sudah melakukan berbagai cara, ruam popok tidak hilang-hilang juga. Setelah bertanya pada sepupu yang dokter anak, dan membawa bayi saya ke klinik, saya diberi resep yang sama, yaitu Myco Z Cream. Alhamdulillah, bayi saya kemudian terbebas dari ruam popoknya.

Nah, untuk mencegah dan mengatasi ruam popok, berikut ini saya share caranya:

1. Ganti popok sesering mungkin. Tidak masalah menggunakan popok sekali pakai atau popok kain, sama saja. Yang penting daerah bawah bayi terjaga kebersihannya. Karena kulit bayi masih sensitif, maka sebaiknya kita tidak menunda-nunda untuk urusan satu ini. 

2. Selektif memilih popok. Ada berbagai jenis dan merk popok yang beredar di pasaran. Sebagai ibu, kita harus mencermati sebelum membeli. Pilihlah yang nyaman dipakai bayi. Jangan langsung membeli banyak jika mau mencoba, belilah bungkus kecil yang cukup untuk 3 hari. Perhatikan kulit bayi saat menggunakannya. Biasanya, jika tidak cocok, dalam 3 hari akan terlihat reaksinya.

3. Hindari penggunaan bedak. Saya dan kebanyakan ibu lainnya mungkin sering menaburkan bedak di daerah genital bayi, maka sekarang hal itu jangan dilakukan lagi. Bedak memiliki struktur yang sangat lembut yang dapat menyumbat kemaluan bayi. Apalagi kalau bedak tersebut bercampur dengan pipis dan kotoran si kecil, hal itu bisa menyebabkan iritasi.

4. Perhatikan makanannya. Struktur tinja serta frekuensi buang air besar pada bayi akan berubah ketika bayi mulai mengonsumsi makanan padat. Perubahan ini dapat memicu ruam popok. Jika bayi kita memiliki alergi terhadap makanan tertentu yang dapat menyebabkan gatal, hentikan pemberiannya sampai ruam popok hilang.

5. Puasa Popok. Biarkan bayi tanpa popok setidaknya 3-4 jam setiap hari. Ketika bayi saya dalam masa penyembuhan, saya membiarkannya puasa popok 3-4 hari agar kulitnya bisa bernafas.

Ruam popok sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi jika bayi tetap belum membaik meski sudah melakukan hal-hal di atas, bawalah bayi ke dokter agar bisa dipastikan ruam popok tersebut terjadi hanya karena iritasi biasa atau mungkin disebabkan oleh infeksi jamur.

Nyaman tanpa ruam popok... :)

Hamil adalah masa yang paling menyenangkan. Apapun yang kuinginkan pasti dituruti. Kasih sayang suami semakin terlihat. Sayangnya kebahagiaan itu hanya sesaat. Di usia kehamilan 3 bulan, aku keguguran. Suamiku pasti kecewa dan itu terlihat di wajahnya walaupun tak terucap. Atas izin Allah, Alhamdulillah 3 bulan pasca keguguran, aku hamil lagi. Kujaga baik-baik karena tak ingin orang-orang terkasih kecewa lagi. 

Di kehamilan ini tidak semulus yang kukira. Di awal masa ini, fisikku lemah. Penyakit datang silih berganti, mulai dari sakit gigi hingga lemah lesu. Hampir tiap bulan bolak-balik ke dokter untuk berobat dan konsultasi sebab ibu hamil tidak boleh minum obat sembarangan. Beruntung hanya 7 bulan sakit ini menyerang. Sungguh perjuangan panjang yang menghasilkan kebahagiaan untuk keluarga kecilku. 

Menjelang persalinan, aku baru tahu kalau ternyata usia kandungan sudah lewat bulan. Oleh karena itu air ketubannya sudah pecah dan berubah warna. Allahuakbar! Anakku bisa lahir dengan selamat. 

Saat itu berharap bisa memberikan ASI, lagi-lagi aku gagal. Di usia anakku yang masih seminggu, ia alergi ASI. Selama 9 hari anakku masuk rumah sakit dan aku tak bisa menyusui. Sampai akhirnya dia minum susu formula. 

Duka ini terkadang membuatku lemah mental. Aku jadi berpikir kalau belum bisa jadi ibu yang sempurna. Alangkah bahagianya bunda-bunda yang bisa memberikan ASI pada anaknya. Walaupun demikian, aku tetap bersyukur. Semua hal terjadi atas kehendak Allah. Ia tau apa yang terbaik untukku dan keluarga.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara,2015)

Penulis: Yuliana, lahir di Pontianak 14 Mei 1986. Anak ke 3 dari 5 bersaudara. Seorang IRT dan guru mengaji. Hobinya menyanyi dan belajar Qur'an. Jurusan IPA Alumni MAN 1 PONTIANAK angkatan 2004 ini tinggal di jalan Budi Utomo Gang.A. Rahman RT 001. RW. 018 Kecamatan Pontianak Utara Kelurahan Siantan Hilir. Akun fb: Bunda Ribka Nizar.

Yuliana

"Menjadi ibu rumah tangga tidak pernah sebatas menjadi ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga juga bisa bermanfaat bagi dunia."


Kira-kira itulah salah satu poin penting yang saya tangkap dari cerita-cerita Darwis Tere Liye, atau lebih akrab disapa Bang Tere pada Talkshow Motivasi yang diselenggarakan oleh Wasilah 06 di Aula RS. Mata, 23 Agustus 2015 kemarin. Beruntung sekali saya bisa hadir di acara tersebut, mengingat acara serupa bisa dibilang langka di Palembang.

Sebenarnya ini kali kedua saya berkesempatan melihat dan mendengar cerita-cerita Bang Tere secara langsung. Pertama kali, di akhir tahun 2012 lalu. Ketika itu saya menjadi salah satu nominator calon pemenang lomba cerpen pilihan pembaca Sumatera Ekspres. Meskipun gagal menjadi juara, tapi saya pulang tidak dengan tangan hampa. Saya mendapat lecutan semangat yang kemudian membuat saya bertekad kuat-kuat untuk menulis novel, dan melihatnya beredar di toko buku nasional di tahun 2013. 

Alhamdulillah, meski sembari mengerjakan skripsi, saya berhasil menuntaskan sebuah naskah berjudul Cinta Harus Memiliki yang kemudian saya kirim ke Media Pressindo. Jawabannya, diterima! Saya makin bersemangat. Menyusul naskah Imagine Him dan Nobody's Perfect yang kemudian saya garap. Dua naskah itu pun langsung bertemu jodohnya.

Sayang, semangat menulis meredup ketika saya mulai hamil. Awalnya kondisi trisemester pertama yang memabukkan itu membuat saya tepar tiap kali menatap monitor, jangankan untuk berpikir, sekedar menulis status facebook pun kepala saya langsung pusing. Tiga bulan berlalu tanpa tulisan. Masuk trisemester kedua, dimana kondisi sudah membaik, saya pikir akan bisa menulis kembali. Tapi ternyata tidak, saya malah ngidam jualan dan sibuk mengurus orderan. Tiga bulan berlalu lagi, tanpa tulisan. Lalu di trisemester akhir kehamilan, saya bertekad untuk menggarap minimal satu novel saja. Tapi tekad itu pun kalah oleh perut besar yang sesak jika terlalu lama duduk, dan kaki yang bengkak jika terlalu lama tertekuk. Dan tiga bulan berlalu lagi. Saya akhirnya melahirkan seorang bayi, tanpa sempat melahirkan novel baru.

Setelah bayi saya lahir, hari-hari semakin padat. Waktu terasa tak pernah cukup panjang. Saya tak punya kesempatan untuk kembali bercengkrama dengan tulisan. Tiga bulan pertama, bayi saya masih butuh perhatian ekstra siang-malam. Jangankan waktu untuk menulis, untuk tidur pun rasanya kurang. Masuk ke usia enam bulan, bayi saya mulai tengkurap-merangkak-duduk-berdiri-berjalan merambat- hingga saya tersadar ketika ia menapaki usia satu tahun. Saya sudah begitu kaku untuk kembali menulis!

Dan tanpa disengaja, ketika suami saya membuka facebook-nya, melintaslah status dari FP Darwis Tere Liye tentang talkshow tanggal 23 Agustus tersebut. Tidak perlu lama-lama bertukar pikiran, suami langsung mengizinkan saya mendaftar. Saya butuh siraman motivasi, menurutnya.

Pukul 8 pagi kami tiba di RS. Mata setelah melakukan registrasi dan penyerahan novel untuk ditandatangani, masuklah saya dan suami ke aula yang ternyata sudah diisi oleh remaja dengan mayoritas perempuan berjilbab. Yang laki-laki bisa dihitung dengan jari. Acara baru dimulai satu jam setelahnya. 

Registrasi peserta

Saya dan suami sebelum masuk ke ruangan

Goodie bag dan tiket masuk seharga 55 ribu

Dibuka dengan basmalah dan saritilawah, lalu kata sambutan dari Ketua Panitia dan Ketua Umum Wasilah 06 serta penampilan Nasyid SMA N 6, barulah Bang Tere muncul. Moderator dan sebagian peserta yang belum pernah melihat Bang Tere, lumayan syok melihat penulis Hafalan Shalat Delisa itu hanya mengenakan jins dan kaos. Bahkan moderatornya sendiri sampai malu karena dia justru mengenakan setelan jas, lebih necis dari Bang Tere.

Penampilan nasyid SMA N 6 Palembang

Santainya Bang Tere bercerita

Tanpa basa-basi, Bang Tere langsung memulai ceritanya. Ini khasnya Bang Tere, beliau selalu punya banyak cerita!

Diawali dengan cerita 3 sahabat dari pulau berbeda mendaftar pada fakultas kedokteran di salah satu universitas. Dari pertemuan pertama, lulus, kuliah, wisuda, hingga koas, tiga sahabat ini selalu bersama. Sampai kemudian diambil sumpah dokternya dan berpisahlah mereka kembali ke kampung halaman masing-masing dengan janji, bila suatu saat nanti mereka bertemu, mereka harus bercerita berapa banyak orang yang telah mereka sembuhkan. 10 tahun kemudian mereka bertemu di acara reuni kampus. Berceritalah Dokter A tentang prakteknya. Ia membuka praktek dokter di kotanya dan mayoritas warga kota itu berobat padanya. Sekitar 1000-an orang telah ia obati. Kemudian Dokter B pun bercerita bahwa dirinya tidak membuka praktek. Ia bergabung dengan lembaga kemanusiaan yang membutuhkannya ketika terjadi bencana alam, seperti Tsunami. Maka jutaan orang telah ia obati. Tibalah giliran Dokter C bercerita. Setelah pulang ke kampungnya, ia menikah dan berencana membuka praktek. Tapi ibunya kemudian jatuh sakit dan membutuhkan perawatan 24 jam. Hanya dia yang bisa merawat ibunya. Lalu bertahun-tahun hingga ibunya meninggal, ia baru bebas dan ingin membuka praktek dokter. Tapi suaminya pun kemudian sakit dan membutuhkan perawatan selama bertahun-tahun. Hingga ketika suaminya sembuh, waktu untuk membuka praktek sudah lewat. Selama 10 tahun ia hanya merawat 2 orang! Tapi selama Dokter C merawat ibu dan suaminya, ia terus menulis blog tentang kesehatan yang lalu ia bukukan dan terbit. Buku-buku yang ia tulis digunakan oleh banyak orang sebagai referensi penyembuhan maupun pencegahan terhadap penyakit-penyakit. Buku tersebut beredar ke seluruh pelosok negeri. Meski secara defacto Dokter C hanya merawat 2 orang, tapi buku yang ia tulis telah bermanfaat bagi banyak orang yang mungkin jumlahnya lebih banyak dari pasien Dokter A dan Dokter B.

Lalu cerita kedua tentang ibu rumah tangga yang ingin sekali menulis, hanya saja ia tidak tahu apa yang bisa ia tuliskan. Tidak ada hal menarik dalam hidupnya. Setiap hari, ia bangun jam 4 pagi untuk menyiapkan sarapan anggota keluarga, lalu membangunkan anaknya dan mempersiapkan ke sekolah. Setelah anak-anak pergi, ia pun mengurus suaminya hingga siap ke kantor. Semua orang telah pergi, ibu itu masih harus menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, dan menyetrika lalu masak untuk makan siang anak-anaknya sepulang sekolah. Kemudian disusul sore hari suaminya pulang ke rumah. Ia pun harus menyiapkan makan malam. Pukul 8 malam, barulah ia punya waktu istirahat. Ia kemudian tidur. Dan hal itu terjadi terus menerus sepanjang hari. Sang ibu ingin menemukan kebahagiaan yang lain. Ia ingin menemukan manfaat lain dari hidupnya. Ia ingin keluar dari zona nyaman. Ibu rumah tangga itu ingin menulis. Kemudian Bang Tere menyarankan untuk menulis resep masakan. Ia menulis semua yang ia masak, lalu memostingnya di blog. Hingga kemudian, resep masakan sehari-harinya itu ramai dikunjungi dan dilirik editor penerbitan. Ia ditawari untuk menerbitkan buku resep masakan. Hingga saat ini, ibu itu telah menerbitkan 6 buku.

Masih ada cerita lain yang juga menarik. Tapi dua cerita tadi sudah cukup menegaskan bahwa ibu rumah tangga juga bisa jadi penulis. Mulailah untuk menuliskan apa yang biasa kita lakukan, apa yang kita sukai, dan apa yang bermanfaat bagi orang banyak. Sesederhana itu. Hanya, yang kita butuhkan adalah motivasi terbaik. Untuk apa sebenarnya kita menulis? Untuk materi? Atau untuk ketenaran? Kedua tujuan itu boleh-boleh saja, tapi itu tak akan cukup kuat untuk membuat kita bertahan di dunia kepenulisan. 

Saya sendiri, harus memanggil kembali motivasi terbaik itu. Motivasi yang dulu berhasil membuat saya melahirkan 3 novel dalam satu tahun. 

Menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan, dan saya bahagia menjalani itu. Saya tidak ingin lagi mengkambing hitamkan anak dan suami. Bukan karena mereka saya tidak bisa berkarya. Bukan... Saya hanya terlalu malas untuk meluangkan sedikit saja waktu dan pikiran saya. Saya hanya lupa memanggil motivasi terbaik saya... Dan hanya saya yang tahu apa sebenarnya tujuan utama saya menjadi penulis.

"Waktu yang terbaik untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Maka saat ini kita telah dapat melihat hasilnya apakah tumbuh subur dengan daun yang rindang dan buah yang lebat. Lalu bagaimana jika 20 tahun ini kita belum menanam pohon? Waktu terbaik kedua menanam pohon itu adalah sekarang. Maka jika kita tidak menanamnya sekarang, 20 tahun akan berlalu cepat dan kita belum menghasilkan apa pun," kata Bang Tere lagi.

Dan karena itulah, saya menggigit janji, membulatkan tekad kembali seperti 3 tahun yang lalu. Saya akan kembali menulis. Saya yakin, sebagai ibu rumah tangga pun, saya tetap bisa jadi penulis.

Akhir postingan ini, saya kutip status FP Bang Tere yang sangat jleb di hati:
Menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang keren. Tidak bisa disambi, tidak bisa part time, tidak bisa magang. Tidak ada yang lebih membanggakan hati, melihat seorang ibu dengan pendidikan tinggi, menggunakan ilmunya tersebut mengurus keluarganya. Kalau ada yang bilang sia-sia sekolahnya, maka biarkan saja mereka berpendapat demikian. Kita sih tidak, dan kita tahu persis mana pendapat yang paling kokoh, lantas meyakininya. --Tere Liye

Novel yang telah ditandatangai Bang Tere
Pada 14 November 2004, aku memutuskan untuk berpacaran dengan lelaki yang sekarang sudah menjadi suamiku. Perjalanan cinta kami mulus, sering putus-sambung tapi mampu bertahan hingga 10 tahun. Ketika usiaku sudah 22 tahun, kami memutuskan untuk segera melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius. Lalu pada 14 Februari 2013, aku bertunangan dengannya dan menikah 30 November 2013.

Hingga bulan ke-3 setelah pernikahan, kurasakan ada yang berbeda. Aku sering pusing, badanku bak terus-menerus masuk angin.

Suami berujar, “Mungkin hamil, Bun?" 

Aku pun ragu karena belum telat. Jadi kutunggu hingga seminggu kemudian, bila belum juga datang bulan maka akan kutes pakai testpack. 

Masa itu tiba. Sebelumnya kami membuat komitmen bahwa jika hasilnya positif, aku hanya inginkan rumah tangga kami kian harmonis dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Syukurlah hasilnya adalah 2 garis merah. Aku pun terharu dan menangis di hadapan suami. Insyaallah aku akan menjaga amanah ini.

Selama hamil, aku masih bekerja karena merasa sanggup menjalaninya. Aku juga ingin membantu dalam perekonomian keluarga. Selain untuk ditabung, juga untuk belanja sendiri. Jadi meskipun kurasakan mual-muntah dan pusing, tapi aku tetap semangat bekerja. Beruntung kehamilanku tak begitu merepotkan. Makanku juga banyak, maka tidak heran bila setiap bulan berat badanku selalu naik 2-3 Kg.

Soal ngidam, pertama kali sekali aku ingin punya HP Samsung Core. Malam-malam, kami pun pergi ke carefour untuk membelinya. Sayangnya setelah beberapa minggu kupakai, kepalaku malah pusing hingga akhirnya kuputuskan ganti ponsel.

Ada peristiwa yang membuat suami menangis sedih. Kala itu usia kandungan sudah 3 bulan. Saat kurasakan mual dan rasanya mau muntah, dengan segera aku lari ke kamar mandi. Saking tidak tahannya, kumuntahkan di lantai depan kamar mandi. Sialnya aku terpeleset muntahanku sendiri. Serta merta suami menghampiri dan menyelamatkanku sambil menangis. 

“Yaa Allah ... kenapa bisa begini sih, Nda?”

Aku pun juga menangis karena kesakitan. Alhamdullilah tidak keluar darah. Aku takut sekali jika keguguran. Lalu keesokan harinya, aku pergi ke RS Eva Sari agar diperiksa via USG. Hasilnya janinku tidak kenapa-kenapa, detak jantungnya juga normal.

Lalu suami saya memutuskan agar kami tinggal bersama orang tuanya karena rumah yang sekarang hanya ada kamar di atas. Suami tidak mau ambil resiko karena akhirnya aku mesti naik turun tangga tiap hari. Akhirnya kuikuti permintaannya. Hari demi hari kujalani tinggal bersama mertua. Alhamdullilah mereka baik, aku sudah dianggap sebagai anak sendiri. Bahkan selalu dibekali makanan setiap berangkat kerja. Tentu mereka sangat menanti cucu dari anak kesayangannya.

Setelah 6 bulan lebih, kuputuskan berhenti kerja sebab sudah merasa mudah letih nan capek. Aku lalu rutin ikut senam hamil. Nah, ketika kontrol di RS Eva Sari dan di-USG untuk yang ke-2 kalinya, baru kuketahui bahwa anak dalam kandunganku adalah laki-laki. Apapun yang Allah berikan untuk kami, pastinya kami bahagia.

Suatu hari di usia kandungan 9 bulan, aku mengeluarkan darah dari kemaluan. Tidak terlalu banyak sih, tapi langsung mengeceknya ke puskesmas. Bidan bilang belum ada pembukaan sehingga kuputuskan untuk pulang lagi. Malam harinya, perutku mulas sekali, setiap 10 menit aku terbangun dari tidur. Kemudian paginya ketuban pun pecah.

Rasa sakit perut terasa tiap 5 menit sekali. Dengan diantar suami aku kembali ke puskesmas. Kata Bidan sudah pembukaan 2. Oleh karena denyut jantung janinnya lemah, aku dirujuk ke RS Budi Kemuliaan. 

Tepat pada 22 Oktober pukul 00.00, ketika aku sedang mulas-mulasnya, suami mengucapkan, “Selamat ulang tahun, Bunda ... Semangat! Bunda pasti bisa!”

Itulah yang menguatkanku. 

Setelah perjuangan keras, akhirnya jam 3 dini hari terdengar jeritan bayi. Itu adalah anak laki-laki kami, terlahir pada tanggal yang sama di hari ulang tahunku. Yaa Allah ... ini kado terindah yang Allah berikan. Kami menamainya Daffa Farzan Mikhail, lahir dengan berat 2850 gram dan panjang 49 cm. Alhamdullilah anakku sehat dan banyak yang bilang mirip bundanya. Semoga Allah jadikan anak kami sebagai anak sholeh serta berguna bagi nusa, bangsa serta agama. Amin.

Dimuat dalam buku Nikmatya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Nurul Fadilah, ibu rumah tangga dengan akun facebook Daffa Farzan Mikhail ini berkelahiran Jakarta 22 Oktober 1991. Ibu muda yang hobi menyanyi ini meneta[ di jalan Temugiring Kel. Kayu Putih, Jakarta Timur

Nurul Fadilah

Sapi Penyet Lada Hitam

Bahan: 

  • 300 gram daging sapi segar 
  • 5 siung bawang putih 
  • 4 siung bawang merah 
  • 1 buah bawang bombai 
  • lada putih halus secukupnya
  • 2 sdt lada hitam halus 
  • ½ sdt garam halus 
  • 5 sdm saus tiram 
  • 6 buah Cabai merah besar 
  • 6 buah Cabai hijau besar (cabai-cabai ini bisa diganti dengan paprika merah atau hijau) 

Cara membuat:

  • Potong dadu daging sapi ukuran ±5cm x 5cm 
  • Rebus daging ke dalam air yang sudah didihkan (air ± 2 ½ gelas besar) 
  • Kemudian masukkan lada putih serta garam ke dalam rebusan 
  • Rebus daging sampai matang atau sampai air rebusan hampir habis 
  • Setelah matang, tiriskan, lalu pipihkan atau geprek daging dengan batu ulekan, namun jangan sampai hancur 

Bumbu yang ditumis:
  • Iris tipis tipis bawang merah dan bawang putih, tumis hingga harum 
  • Jangan lupa masukkan garam halus (secukupnya, jangan terlalu banyak, karena saus tiram dan lada sudah memberikan rasa asin pada masakan) 
  • Setelah itu, masukkan daging yang sudah dipipihkan 
  • Kemudian masukkan lada hitam dan lada putih secukupnya 
  • Masukkan saus tiram, aduk aduk hingga merata 
  • Tuangkan air ½ gelas besar ke dalam masakan, aduk rata 
  • Terakhir masukkan bawang bombai dan cabai/paprika yang sudah diiris 
  • Aduk kembali 
  • Dan Sapi Penyet Lada Hitam kini siap disajikan

Kiriman resep dari Rizka Ameta Sholihat, Tangerang

Rizka Ameta Sholihat

Melahirkan seorang bayi yang sehat dan sempurna adalah peristiwa penting dan paling membahagiakan dalam hidup saya. Setelah perjuangan 9 bulan masa kehamilan, melihat sosok mungil nan lembut itu nyata di hadapan, seharusnya membuat saya bahagia dan terus bahagia saja. Tapi, mengapa kemudian saya merasa begitu sedih dan emosional? Mengapa justru rasa bahagia itu tergeser oleh perasaan penuh kesedihan dan kekhawatiran? Ternyata itulah Baby Blues Syndrome!

Semasa kehamilan, saya banyak membaca artikel seputar kehamilan-persalinan-pasca persalinan. Sedikit banyak saya juga telah mengetahui secara teori apa itu Baby Blues Syndrome. Gangguan kejiwaan ringan yang muncul setelah melahirkan itu memang dialami oleh 50-80% wanita, terutama untuk kelahiran bayi pertama. Saya sudah sering membaca dan mendengar itu. Tapi ketika benar-benar mengalami, saya justru tidak menyadari.

Hari ke-3 pasca melahirkan adalah permulaannya. ASI saya belum juga keluar meskipun sudah minum pelancar ASI, mengompres air hangat, dan memijat payudara. Saya merasa sangat tertekan karena belum bisa memberikan makanan terbaik bagi bayi saya yang sudah telanjur diberi susu formula karena tidak mungkin membiarkannya menangis kelaparan. Padahal ketika hamil, saya telah bertekad untuk memberi ASI eksklusif.

Hari ke-4 barulah ASI saya keluar perlahan, sementara payudara telah membengkak. Tapi ternyata, praktek menyusui tidaklah semudah yang saya bayangkan. Bayi saya yang telah terbiasa menghisap dot, serta merta menolak bahkan sampai menangis hebat saat saya mencoba menyusuinya. Setiap kali bayi saya menangis, mama langsung mengambilnya dan memberi dot lagi. Hal itulah yang memperburuk suasana hati saya. Saya merasa tidak diberi kesempatan untuk berlama-lama belajar karena mama keburu kasihan pada cucunya yang menangis menolak saya susui.

Karena itu pula, saya kemudian terserang demam. Suhu tubuh saya panas, tapi seluruh tubuh menggigil kedinginan. Meski suhu kamar saya sebenarnya hangat, saya tetap merasa perlu menyalakan komputer dan laptop agar terasa labih panas. Selimut sudah berlapis-lapis, tangan dan kaki dipakaikan sarung, kening dan payudara di kompres air hangat. Saya sampai merasa kejang tiap kali menggigil. Kata-kata yang keluar dari mulut saya pun sudah tidak jelas. Suami, mama, dan kakak perempuan saya jadi panik. Kakak perempuan saya menemui bidan dan menanyakan solusinya. Saya yang hanya bisa terbaring berbungkus selimut, kemudian diberi Sanmol. Awalnya saya menolak keras karena takut efeknya terhadap ASI saya yang baru keluar. Tapi saya tidak punya pilihan karena berlama-lama menahan sakit, berarti juga memisahkan diri dari bayi saya.

Setelah minum obat, saya akhirnya tertidur berjam-jam. Ketika sadar, tubuh terasa lemas. Jangankan untuk menggendong bayi saya, untuk duduk saja saya masih sempoyongan. Sekali pun saya paksakan, suhu tubuh saya yang panas membuatnya rewel ketika saya gendong. Dan saya merasa makin jauh dengan bayi saya.

Saya tidak bisa menyusuinya-saya begitu lemah untuk menggendongnya-bayi saya lebih nyaman bersama neneknya-saya khawatir bayi saya tak mengenali ibunya.

Dengan perasaan sedih yang mendalam itu, saya sering menangis diam-diam saat bayi saya telah tertidur di samping mama. Sementara saya tidak bisa tidur di sampingnya. Meskipun begitu, saya tetap ikut terjaga tiap kali bayi saya menangis, saya melawan kantuk dan lemas untuk bangun menyiapkan dotnya. Saya berusaha lebih dulu untuk menenangkannya meskipun ketika mama terbangun, bayi saya kembali dalam pelukan neneknya.

Beruntung, perasaan itu akhirnya bisa saya atasi sehingga Baby Blues Syndrome tidak berkembang menjadi Post Partum Depression atau Depresi Pasca Melahirkan. Memang, umumnya Baby Blues Syndrome hanya berlangsung dalam 14 hari pasca persalinan. Dalam hal ini, peran suami dan keluarga sangatlah penting untuk membatu saya keluar dari masa-masa itu.

Lalu, apa saja yang harus dilakukan ketika Baby Blues Syndrome menyerang? Berikut kiat yang bisa saya bagikan untuk ibu-ibu lainnya:

Ketahui Penyebab Baby Blues Syndrome

Baby Blues terjadi karena tubuh sedang mengadakan perubahan fisikal yang besar setelah melahirkan, hormon-hormon dalam tubuh juga mengalami perubahan besar ditambah proses persalinan yang melelahkan dan pemulihan pasca persalinan. Selain itu, peran sebagai ibu baru pun membutuhkan adaptasi yang menyebabkan perubahan ritme kehidupan sosial. Semua itulah yang akhirnya mempengaruhi perasaan kita.

Mengenali Tanda Gejala Baby Blues Syndrome

Baby Blues Syndrome umumnya ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan yang membuat ibu menjadi lebih sering menangis, mudah kesal, gampang tersinggung, merasa bersalah dan tidak berharga, kadang juga disertai sakit kepala dan kelelahan.

Cari Solusi Pemicu Baby Blues Syndrome

Saya tidak bisa menyusui bayi saya. Tapi saya tidak menyerah untuk tetap memberi ASI padanya. Saya kemudian memutuskan untuk memompa/memerah ASI. Setelah itu, rasa bersalah pun mulai terobati. Saya meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk bayi saya, belajar dan memperhatikan cara mama merawatnya. Ketika saya mulai terbiasa merawat si kecil, perasaan tidak berharga pun hilang seketika.

Rizieq tumbuh sehat dengan ASI Perah dalam dot

Bersikap Terbuka Pada Suami dan Keluarga

Komunikasikan dengan suami, anggota keluarga, dan teman dekat mengenai rasa sedih dan tekanan yang dialami agar perasaan lebih ringan. Dengan begitu, orang di sekeliling pun bisa mengerti perubahan sikap dan kesulitan yang kita hadapi. Biarkan mereka membantu pekerjaan rumah dan merawat si kecil sampai kita benar-benar pulih.

Beristirahat Sedapat Mungkin

Tidurlah ketika bayi kita tidur. Beristirahat dapat memulihkan tenaga dan psikis kita sebagai ibu baru. Berilah waktu bagi diri sendiri untuk rileks dengan aktivitas ringan yang menyenangkan.

Perbanyak Bersyukur dan Berpikir Positif

Berpikirlah realistis tentang peran kita sebagai ibu. Yakinkan hati bahwa kita bisa merawat dan mengasuh bayi. Jangan biarkan diri terus menerus berada dalam kesedihan. Buanglah jauh-jauh rasa bersalah, perasaan tidak berdaya dan tidak berharga. Percayalah, tidak ada yang menuntut kita untuk jadi sempurna. Dengan menjadi ibu saja, itu sudah luar biasa dan sepatutnya kita syukuri, bukan tangisi.

Bukankah si kecil adalah anugerah?
Lalu mengapa kita harus memelihara resah?
Menjadi ibu adalah hal terindah,
seharusnya berbahagialah!
White Violet Pudding
Kiriman resep dari Apriany, Palembang

Bahan :

- Krimer
- Susu Bubuk 
- 250 ml Santan Kelapa
- 2 Bungkus Agar-Agar Tanpa Rasa
- 2 Butir Kuning Telur, Kocok Lepas
- 250 ml Susu Cair Putih
- 275 gram Gula Pasir
- 1/2 sdt Vanila Bubuk
- 2 sdm pasta makanan berwarna merah
- 500 ml air mineral
- Perasa coco pandan secukupnya.

Cara Membuat :
  • Langkah pertama, campur susu, agar-agar dan gula pasir, kemudian aduk-aduk sampai mendidih di atas kompor. 
  • Kedua masukan agar-agar, santan kelapa, dan gula pasir serta perasa coco pandan dalam adonan yang berbeda dan tambahkan sedikit pasta berwarna merah agar menciptakan warna pink. 
  • Kemudian tuangkan kuning telur dan vanila bubuk pada adonan pertama, aduk-aduk kembali dengan cepat sampai mendidih. 
  • Setelah itu siapkan cetakan yang sudah dioles air. 
  • Tuangkan kedua adonan. Tunggu sampai sedikit mengeras, kemudian tuangkan adonan warna pertama. 
  • Lakukan lagi langkah tersebut pada sisa adonan sekreasi mungkin. 
  • Tunggu sampai puding menjadi dingin pada suhu ruangan, kemudian masukkan kedalam lemari pendingin. 
  • Keluarkan puding dari cetakan dan siap dihidangkan.
Kehamilan adalah harapan saya setelah menikah. Namun saat itu saya dan suami sama-sama bekerja di kota yang berbeda, jadi tidak bisa sering bertemu ataupun berbulan madu layaknya pasangan pengantin baru. Hal itulah yang mendorong saya resign dan ikut suami ke kota C. Di sana saya menjadi ibu rumah tangga dengan mengurus suami dan membuka usaha kecil-kecilan di bidang craft untuk mengisi waktu luang. 

Harapan agar saya bisa cepat hamil, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hingga pernikahan kami berusia 5 tahun pun saya tak kunjung hamil! Berbagai upaya sudah diusahakan, mulai pengobatan medis hingga jalan alternatif menggunakan herbal, tidak ada hasilnya. Tetangga, teman, saudara, kerabat mulai banyak yang bertanya setiap kami mudik. Ada yang prihatin, ada yang mencemooh. Semua kami terima walau jujur saya menjadi minder. Bahkan untuk bertemu orang yang memiliki anak pun rasanya segan. Saya jadi jarang bergaul dengan tetangga karena kata-kata mereka kadang menyakitkan. 

Sampai saya dan suami memutuskan mengikuti program hamil, yaitu inseminasi dan bayi tabung di kota S. Sebenarnya niat kami waktu itu ingin mengikuti program inseminasi saja karena waktu itu biayanya bayi tabung tidak murah. Namun ketika proses berlangsung, sel telur saya ternyata ada 4 buah. Dokter mengatakan jika diinseminasi, bisa-bisa jadi kembar 4 dan itu menimbulkan resiko untuk ibu dan janin. Oleh karenanya, dokter menyarankan kami menjalani setengah proses bayi tabung yaitu Ovum Pick Up (OPU) dan Embrio Transfer (ET). Itu adalah proses pengambilan sel telur dan penanaman embrio setelah sel telur dan sperma dibuahi di luar kandungan. 

Setelah melalui proses panjang yang melelahkan nan menyakitkan itu, akhirnya hasilnya keluar. Sayangnya ... negatif. Prosesnya gagal karena embrio tidak mau menempel pada dinding rahim. Saya pun menstruasi. Betapa hancurnya hati ini waktu itu. Perasaan saya bagai naik roller coaster, setelah melambung tinggi karena tim dokter mengatakan kemungkinan saya hamil tinggi karena umur saya waktu itu kurang dari 30 tahun serta hasil pemeriksaan sebelumnya menyatakan bahwa saya beserta suami sehat, kemudian terhempas begitu saja karena saya tidak hamil.

Kata dokter, "Saya tidak memberi resep obat karena Anda berdua sama-sama subur. Kalau sampai 3 bulan ke depan ibu belum hamil, bisa kembali ke sini untuk program bayi tabung dari awal.”

Dalam hati, saya berujar, “Apa iya saya bisa hamil alami dalam 3 bulan ke depan?”

Hari demi haripun berlalu, saya dan suami melewatinya dengan pasrah karena merasa sudah berusaha tak henti-henti. Kami terus berdoa. Kami yakin Allah akan memberi amanah pada suatu hari nanti. Sebagai pelipur hati yang gundah, kami sering bepergian dan wisata kuliner. Hingga suatu hari saat kami bepergian jauh menggunakan sepeda motor, pada perjalanan pulang kami kehujanan dan banyak melewati jalanan berlubang. 

Sampai rumah, saya teringat harusnya hari ini jadwal menstruasi. Jadwal haid saya selalu teratur, tetapi sampai seminggu haid saya tidak kunjung datang. Waktu itu saya pikir hormon terganggu karena usai mengikuti program bayi tabung, jadi saya terlambat haid. Namun sampai dua minggu lebih pun haid saya tak kunjung datang. Akhirnya saya beranikan diri memberi testpack dan ternyata muncul 2 garis tegas. Apakah mungkin saya hamil?

Saya pun membangunkan suami. Kami saling berpelukan, menangis bahagia dan sujud syukur. Keesokan harinya saya dan suami ke dokter kandungan. Dokter menyatakan saya hamil dengan 6 minggu. Alhamdulillah... saya dan suami sangat bahagia mendengarnya.

Kehamilan saya lalui dengan tidak mudah karena mengalami mual muntah serta badan lemas dan kepala pusing. Saya tidak bisa beraktivitas padahal waktu itu pesanan craft sedang banyak. Akhirnya saya tutup sementara usaha saya karena ingin fokus pada kehamilan. Alhamdulillah suami sangat mendukung. Bahkan ketika saya tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga maka suami yang mengerjakannya. 

Memasuki trimester kedua, badan saya sudah lebih enakan. Saya bisa makan beberapa makanan yang saya suka, walau di kota ini saya tidak mendapat makanan yang diinginkan. Sampai usia kandungan 7 bulan, saya masih mual muntah tapi tetap sering ikut suami jika beliau sedang dinas di luar kota. Ketika usia kandungan saya 8 bulan menjelang 9 bulan, nafsu makan saya meningkat karena orang tua saya datang. Ibu memasak makanan kesukaan saya. 

Tiap hari saya perbanyak jalan-jalan pagi, mengepel lantai dengan posisi kepala dan dada sangat rendah, memperbanyak sujud dan saya sudah merasakan kontraksi-kontraksi palsu sejak usia kandungan saya 8 bulan. Ketika kandungan berumur 40 minggu lebih 5 hari, saya melahirkan putra pertama secara normal dengan berat 3,8 Kg dan panjang badannya 52 cm. Putra kami ini kami beri nama Dzulfikar Ihsan Pradhika. Senangnya ... 

Jadi, bagi pembaca yang lama belum dikaruniai momongan, tetaplah berusaha dan berdoa. Setelah itu pasrahkan pada Allah, tetaplah yakin bahwa suatu saat Allah akan memberikan amanah itu.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Puput Ravika Yunita, ST. Lahir di Gresik 20 Juni 1984, putri pertama dari 2 bersaudara. Istri dari Danny Setyapradja, ST dan ibu dari Dzulfikar Ihsan Pradhika. Ibu rumah tangga yang memiliki hobi kuliner, memasak, dan berkreasi ini menjalankan usaha di bidang craft disela-sela kesibukannya sebagai IRT. Alumni Arsitektur ITS ini bercita-cita menjadi crafterpreneur yang sukses. Beberapa karya kreasinya bisa dilihat di Fb : Little Chiq dan blog: littlechiq.blogspot.com. Akun Fb : Puput Ravika Yunita, Domisili: Purwokerto

Puput Ravika Yunita
Roti Gulung Sosis
Bahan : 

- Roti tawar 10 lembar tanpa kulit 
- Sosis ayam/daging 10 biji 
- Telur 2 butir (dikocok) 
- Minyak goreng 1 liter 
- Tepung Roti 1 bungkus toping : 
- Mayonaes, keju, saos pedas/tomat 

Cara membuat: 
  • Sosis bisa digoreng terlebih dahulu, lalu tiriskan. 
  • Kemudian roti tawar di kukus terlebih dahulu 1 menit, biar mudah untuk digiling. 
  • Giling roti menggunakan penggiling, agar mudah untuk dibentuk setelah diisi sosis 
  • Gulung roti bersama sosis, agar merekat/tidak terlepas olesakan sedikit telur yg sudah dikocok. 
  • Gulingkan roti kedalam telur lagi yg telah dikocok ke semua permukaan roti, lalu gulingkan ke dalam tepung roti tersebut. 
  • Siapkan minyak panas untuk menggoreng.
  • Bolak balik saat menggoreng hingga warna kecokelatan angkat, tiriskan. 
  • Roti gulung sosis siap untuk dihidangkan, menggunakan taburan toping di atasnya, beri mayonaes ditambahkan saos tomat/pedas kemudian taburkan keju. 

Resep ini untuk 10 orang, sosis bisa diganti dengan pisang raja, cara membuat nya sama saja, hanya lebih enak dinikmati dengan toping cokelat dan taburan keju.

Resep kiriman Khairina, Tarakan-Kaltim
Akan selalu menjadi ingatan yang indah, benar-benar terindah, ketika Tuhan menjawab doa di saat kami berada pada level pasrah. Hampir 2 tahun usia pernikahanku dengan suami, waktu yang begitu lama. Sebelumnya pertanyaan sanak keluaraga dan orang-orang sekitar mengenai kapan aku bisa hamil, hanya bisa kuberi jawaban singkat dan senyuman hangat. Tak sedikit pula yang turut mendoakan agar buah hati hadir di antara kami. Hingga masa itu tiba ... 

Aku benar-benar terkejut, haru, bahagia sekaligus bingung. Semua rasa bercampur menjadi satu. Masih kuingat, Februari menjadi bulan pertama kali kuketahui kalau ada janin dalam rahimku. Berulang kali kuucap syukur. Alhamdulillah, Tuhan memberi kepercayaan kepadaku. Aku merasa menjadi wanita yang sempurna. Sejak itu kujaga janin dengan sebaik mungkin dengan mengatur pola makan, pola tidur dan memeriksakan kandungan ke dokter secara rutin. 

Seperti ibu hamil pada umumnya, pada minggu pertama kehamilan kurasa banyak sekali hal yang tidak seperti biasanya. Ada mual, pusing serta badan lemas sehingga mudah mengantuk. Namun semua itu mampu kulewati dengan baik, aku bahagia, sangat bahagia. Semakin kunikmati kehamilan hingga makanan apapun yang masuk ke perutku tidak termuntahkan lagi. Timbangan berat badan dan juga janin di rahimku naik! Aku tak peduli dengan postur tubuh yang menjadi agak gemuk. Yang ada dalam pikiranku hanyalah kesehatan janin. 

Bila biasanya menunggu menjadi pekerjaan yang sangat membosankan, tidak untuk kegiatan yang satu ini. Kunikmati gerakan-gerakan halus yang kadang membuatku geli. Tendangan-tendangan lembut juga membuatku kaget dan tertawa sendiri. Subhanallah ... Sungguh aku sangat menikmatinya. 

Sampai detik-detik persalinan tiba, tak ada yang menjadi kekhawatiranku. Pun dari segi medis, keadaanku saat itu layaknya ibu mau melahirkan pada umumnya. Aku masuk rumah sakit pada Kamis tanggal 29 November 2012 jam 4 sore, sedangkan bayi mungilku lahir dengan proses normal pukul 23.30 WIB. Kekhawatiranku baru muncul saat bayi mungilku lahir tanpa tangisan, namun hanya sekejab karena kemudian masalah teratasi.

Alhamdulillah ... kebahagiaan yang luar biasa saat bayi mungilku hadir menjadi bagian keluarga kecilku. Kami beri nama "Naura Faaza Putri Purnamajaya". Arti masing-masing namanya: Naura yakni bunga, Faaza adalah beruntung, Putri sebagai anak perempuan dan Purnamajaya mengikuti nama ayahnya. Harapanku dan suami hanyalah semoga menjadi anak yang solehah, banyak rezeki, berkah usianya dan mampu dibanggakan serta diandalkan. Amiin.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Nurrohmah, pemilik akun facebook Zhe Pooja Rahma. Lahir di Karawang, 08 Januari 1987. Guru yang gemar selfie bareng anak-anak ini tinggal di jalan Cilengkrang 2 gg. Arman 1 No. 86 RT.04/02 PaLasari-Cibiru-Bandung.

Nurrohmah

Duh, tak terbayang betapa bahagianya waktu tahu aku hamil. Begitu penuh onak duri waktu yang sekian lamanya harus kulalui. Apalagi pada tahun 2007, saat periksa ke dokter spesialis ginekologi, aku didiagnosa mengidap kista coklat dan sudah besar di kanan-kiri ovariumku. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi. Tapi aku belum berani, hanya terus mencoba pengobatan alternatif. Sampai akhirnya bosan dan jatuh dalam kepasrahan. 

Di April 2013, rasanya sudah 4 – 6 hari aku telat menstruasi. Aku masih belum juga melakukan tes kehamilan. Teman di kantor sudah memotivasi agar aku segera beli testpack. Tapi belum juga terbeli karena dulu sudah terlalu sering kulakukan dan hasilnya selalu negatif. Pada hari ketujuh jam 2 siang, aku pulang kantor lebih awal dari hari biasanya. Sabtu itu aku dipaksa teman lagi untuk beli testpack kehamilan. Akhirnya kuturuti, membelokkan motor ke apotek dan membeli yang paling murah. 

Ternyata hasilnya 2 garis merah. Positif! Aku termangu, belum sepenuhnya percaya. Kuambil telpon genggam, menelepon suami untuk meminta tolong dibelikan alat tes kehamilan yang paling mahal dan lebih akurat. Segera kutes lagi saat suami tiba. Lagi-lagi hasilnya 2 garis merah. Dua alat test itu kuserahkan pada suami. 

“Alhamdulillah Yaa Allah ...” kata suamiku dengan mata berkaca-kaca.

Hari Senin, aku mendaftarkan diri untuk periksa di salah satu klinik dokter kandungan di kotaku. Saat namaku dipanggil, aku masuk ke ruangan periksa lalu menceritakan semuanya. Dokter segera melakukan USG. Dari penjelasan dokter, aku memang positif hamil karena sudah terlihat kantong kehamilan di rahimku. Tapi dokter berpesan agar aku berhati-hati karena masih mengidap kista. Sewaktu-waktu jika kehamilanku bertambah besar, kista bisa terpluntir atau bahkan bisa pecah. Aku harus rajin memeriksakan diri. 

Seiring berjalannya waktu, aku masih tetap menjalankan aktivitas sehari-hari, yakni pergi ke kantor. Masih sering juga ke luar kota untuk konsul proposal tesis karena memang sedang meneruskan pendidikan. Sebulan sekali aku juga periksa ke dokter, hasilnya luar biasa. Janinku baik-baik saja meski harus berdesakan dengan kista. Kistanya juga tidak bertambah besar. Padahal biasanya ada kista yang ikut membesar seiring dengan membesarnya janin dalam rahim.

Di Juni 2013, bolak balik aku ke luar kota. Selain konsul proposal tesis, juga mengurus administrasi seminar dengan perjalanan yang cukup melelahkan dan kondisi jalan yang tidak bagus. Di kampus pun masih harus naik-turun tangga demi menemui pembimbing. Belum lagi minta tanda tangan pembimbing, menggandakan proposal, nyebar undangan ke penguji. Ah, sampai rumah alhasil letih sekali. Aku pun flek-flek. 

Bersama suami, aku langsung periksa ke dokter kandungan karena khawatir dengan perdarahan yang terjadi. Aku diagnosa Abortus Immines, keguguran awal yang masih dapat dipertahankan. Lemas seketika badan ini saat mendengarnya. Aku diberi obat dan dianjurkan bedrest. Namun esok harinya terpaksa aku tetap maju ujian proposal tesis, benar-benar dengan hati-hati sekali. Setelah 2 minggu bedrest, kehamilanku dapat terus berjalan.

Ketika Juli 2013, seiring bertambah usia kehamilan, semakin nyaman pula aku dengan kehamilan ini. Walau masih bisa bekerja seperti biasa, oleh suami aku diminta cuti kuliah 1 tahun. Demi si buah hati, aku menurut. Si baby di dalam rahim juga tumbuh dengan baik. Bahkan dokter mengatakan bahwa janinku terhitung gemuk. Happy rasanya.

Nah ... Senin, 25 November 2014, aku habis mudik ke tempat ibu. Mungkin kecapaian hingga perut bagian bawah terasa nyeri semalaman. Tapi masih kutahan karena berpikir usia kehamilan baru 8 bulan atau 36 minggu. Pagi itu, aku masih berangkat ke kantor, ada jadwal penyerahan mahasiswa praktik di RSUD Dr. Soedjati Purwodadi Grobogan. Karena dekat, aku berangkat naik motor. Tapi saat acara, nyeri perut semakin terasa. Di akhir acara, aku segera balik ke kantor. 

Rasanya perut bagian bawahku ini semakin nyeri. Kuhubungi suami minta dijemput. Kami lalu berangkat memeriksakanku ke dokter. Dokter bilang aku harus segera dioperasi karena kista yang ada di rahimku tertekan oleh janin dan karena adanya ari-ari yang menutup jalan lahir (plasenta previa totalis) sehingga tidak mungkin bisa melahirkan secara normal. Mendengarnya, perasaan ini campur aduk! Kami lalu pulang dulu untuk ngurus surat cuti serta persiapan untuk masuk rumah sakit. 

Setelah semua siap, diantar suami aku masuk IGD. Setelah diperiksa kemudian diantar lagi untuk masuk ruang bersalin. Dilakukan ini-itu sebagai tindakan untuk persiapan operasi sectio caesaria (SC) besok paginya. Hingga Selasa, 26 November 2014, aku pun masuk ruang operasi. Alhamdulillah ... lahir juga anak yang kami tunggu. Laki-laki, ganteng, beratnya 2600 gram dengan panjang 48 cm. Bayinya normal walau harus dilahirkan di usia kehamilan 36 minggu.

Bahagia rasanya aku beserta keluargaku. Sungguh pengalaman yang sangat luar biasa. 

Bagi ibu-ibu penderita kista, jangan patah semangat karena perlu waktu lama untuk mendapatkan buah hati. Pasrahkan saja, ikhlas dan terus berusaha. Ketika hamil juga harus rajin periksa ke tenaga kesehatan, terutama dokter. Dengan demikian akan selalu ada pengawasan demi kebaikan masa kehamilan.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Sri Martini, S.Si.T , M.Kes., dilahirkan di Gubug Grobogan tanggal 22 September 1976, istri dari Abdul Harits, ST., putri kedua dari 4 bersaudara Alm. Soetardjo. Penulis adalah seorang ibu dari Muhammad Aditya yang lahir pada tanggal 26 November 2013 yang cerita saat kehamilannya tertuang dalam buku ini. Penulis selain sebagai ibu rumah tangga juga bekerja sebagai dosen di Akademi Kebidanan An Nur Purwodadi. Penulis menyelesaikan studi dari Akbid Depkes Magelang tahun 2001, Gelar Sarjana Science Terapan diperoleh pada tahun 2003. Gelar Magister Kesehatan baru saja diselesaikan pada 2014. Penulis adalah seorang yang gemar membaca, penyuka seni terutama singing. Penulis ingin terus mengembangkan kemampuannya menulis karena bercita-cita ingin membuat buku terutama buku-buku tentang kesehatan. Penulis sekarang tinggal di Perum Griya Alam Recidence Blok B2 Sukorejo Toroh Grobogan Jateng.

Sri Martini



Seblak terkenal sebagai jajanan khas kota Bandung, bahkan sangat dikenal ke berbagai daerah. Ada seblak basah, kuah atau seblak kering. Bahkan variannya sudah banyak sekali. Jajanan ini diminati semua kalangan.. Karena rasanya yang memang tidak membosankan dengan bumbu kencur yang khas. Anak-anak, remaja, sampai lansia menyukai jajanan yang satu ini. Awalnya seblak itu hanya berbahan kerupuk saja. Sekarang sudah bisa dijumpai berbagai macam kreasi dengan aneka kombinasi bahan yang digunakan sehingga sangat memanjakan lidah dan sekali lagi tidak membosankan. Salah satu yang populer diantaranya adalah seblak berbahan ceker ayam.

Bahan:

•250 gr ceker ayam, bersihkan kulit luarnya dan potong kukunya
•Air matang 1 liter untuk merebus
•3 siung bawang putih
•2 buah bawang merah
•5 buah cabai rawit (tambahkan jika kurang pedas)
•2 buah cabai merah besar
•Merica bubuk 1/2 sdm
•2 ruas jari kencur
•100 ml air kaldu sisa rebusan ceker
•1/2 sdt gula
•1/2 sdt garam (sesuai selera)
•2 sdm minyak goreng

Cara membuat:

1. Rebus ceker hingga empuk, lalu sisihkan airnya.
2. Haluskan bawang merah, bawang putih, cabai, dan kencur.
3. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu yang sudah dihaluskan hingga harum dan matang, lalu masukkan ceker dan air kaldu.
4. Masukkan gula dan garam, masak hingga air menyusut tapi tidak sampai kering.
5. Cicipi, sesuaikan rasanya dengan selera masing-masing.
6. Sajikan selagi hangat.

Kiriman Resep dari Nurrohmah, Bandung

Nurrohmah

Vaksinasi disebut juga imunisasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut (Wikipedia).

Umur Rizieq sudah satu tahun. Lantas selama satu tahun tersebut imunisasi apa saja yang sudah saya berikan pada Rizieq? Jawabannya belum satu pun.

Sebagai seorang ibu, tentu saja saya menginginkan segala sesuatu yang terbaik untuk Rizieq, termasuk yang berkaitan dengan kesehatannya. Seperti ibu pada umumnya, setelah melahirkan saya mulai mencari tahu tentang imunisasi serta menentukan tempat dimana ia akan divaksinasi.

Berikut ini adalah jenis imunisasi yang seharusnya diberikan:

Imunisasi yang diwajibkan pemerintah

Imunisasi tambahan yang dianjurkan pemerintah

Tetapi, akhir-akhir ini beredar isu yang kemudian membuat saya ragu untuk mengimunisasi bayi saya. Mulai dari vaksin berbahaya, dibuat dari janin bayi, mengandung racun, lemak babi, mengakibatkan autisme atau bahkan sampai menimbulkan kematian.

Ketika saya berkonsultasi dengan mama, dikatakan pula bahwa saya sendiri tidak diimunisasi lengkap saat bayi dan balita. Juga ketika suami saya menanyakan perihal imunisasi pada 2 Ustadz-nya. Tidak satu pun yang memperbolehkan imunisasi. Karena imunisasi sendiri diberikan dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh. Maka, atas pertimbangan itulah, suami akhirnya memutuskan untuk tidak memberi imunisasi pada bayi saya. Dan sejauh ini (saya berharap sepanjang hidupnya nanti) Rizieq tumbuh sehat, kuat, dan ceria.

Semua kembali kepada orangtua. Karena kekurangan ilmu, tentu saya tidak bisa melarang atau memperbolehkan imunisasi secara frontal. Saya hanya mengikuti apa yang saya dan suami yakini sambil terus berdoa agar tanpa imunisasi sekali pun, anak kami bisa sehat wal afiat, cerdas, dan hidupnya bermanfaat.
Loncom Bakso Kangkung

Ini dia resep buat bunda-bunda yang sibuk tapi tetap ingin memperhatikan menu makanan untuk keluarga. Bahan-bahan yang mudah didapat serta cara memasak yang super cepat tentu akan memudahkan bunda-bunda semua. Yuk, intip cara buatnya!

Bahan:
- 2 ikat kangkung
- 3 siung bawang merah
- 2 lembar daun salam
- 1 wortel
- Gula
- Garam
- Air
- Bakso

Cara memasak:
  • Cuci kangkung, lalu potong-potong 
  • Kupas wortel dan potong panjang (atau sesuai selera) 
  • Kupas bawang merah dan potong tipis-tipis (bisa juga dicincang) 
  • Rebus air hingga mendidih 
  • Masukkan bawang merah yang sudah diiris, daun salam, wortel, dan bakso 
  • Tunggu hingga mendidih kembali dan masukkan kangkung 
  • Masukkan gula dan garam secukupnya 
  • Loncom bakso kangkung siap disajikan
Gimana, Bunda? Mudah dan cepat, kan? Selamat mencoba.

Resep kiriman Setyani Alfinuha, Kediri, Jawa Timur (setyanialfinuha@gmail.com)

Setyani Alfinuha
Semuanya adalah pengalaman pertama bagiku. Pada 10 Juni 2012, aku menikah dan pada bulan kedua pernikahan, aku positif hamil. 

Sebelumnya, pada seminggu usai pernikahan, tiba-tiba aku demam. Karena ketika itu dalam kondisi haid, nyeri haid pun tak tertahankan sampai aku muntah-muntah. Ini adalah sakit terparah setelah sekian tahun. Bunda kemudian mengajak ke klinik terdekat, hasilnya hanya demam, maag dan nyeri haid biasa. Setelah masa haid selesai, nyeri dan demam berkurang. Namun pusing dan mual masih terus ada, perasaan lemah serta mudah lelah muncul. 

“Aku ini kenapa?”

Ternyata ini efek hamil! Menjadi ibu hamil adalah idamanku sejak dulu. Kesannya lucu, ada banyak keluhan yang dirasa. Anehnya, makin lama kian bertambah payah yang dirasa. Hingga pada trimester akhir, dokter menyarankan untuk cek kesehatan lengkap.

“Hasil tes menyatakan protein ibu +2,” ujar dokter. Aku dan suami bengong. “Ini menyebabkan Preeklamsia atau keracunan kehamilan.” Seolah mengerti akan reaksi kami, dokter itu pun tersenyum. “Jangan khawatir. Ibu diet ya, kurangi konsumsi garam. Semoga bisa membantu dan nantinya dapat melahirkan secara normal.”

Berat badanku memang naik lebih dari 100% dari sebelum hamil. Bila sebelum hamil sekitar 35-37 Kg, setelah trimester 3 malah jadi 75 Kg. Seluruh badan bengkak, mulai dari muka sampai ujung kaki. Kalau sedang duduk lesahan kemudian bangkit, harus memakai bantuan karena tidak bisa bangun sendiri. Rasanya tidak kuat menopang badan, kaki sering kram. Anehnya, tekanan darah hanya seputaran 90/100 mmHg, bertahan segitu hingga masa mau melahirkan.

Soal konsumsi garam, sebenarnya di awal kehamilan sudah diingatkan oleh teman-teman. Dulu sebelum hamil, tiap makan buah entah itu apel, anggur, melon, semangka, apapun jenis buahnya selalu pakai garam. Saat hamil sudah tidak lagi. Tapi sebelum menikah, ketika kuliah dan jarang pulang ke rumah, aku selalu bawa kecap asin dalam tas karena warung makan jarang yang sedia kecap asin. Pokoknya dulu aku mania asin. Inilah pentingnya menjaga kesehatan dari usia dini sebelum menikah, karena kesehatan bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk anak-anak yang dikandung dan dilahirkan kelak.

Tanggal 26 Maret 2013 mendekati masa Hari Prediksi Lahiran (HPL), pukul 07.00 WITA keluar bercak darah, tapi hanya sedikit. Kebetulan rumahku bersebelahan dengan rumah mertua, jadi kusampaikan pada beliau. Katanya itu adalah tanda mau melahirkan, jadi aku disarankan tak perlu masuk kerja. Karena aku tidak suka tinggal di rumah sendirian, suami tetap mengantarkanku ke kantor. 

Pukul 11.00 WITA, saat di kantor, darah yang keluar semakin banyak. Suami lalu menjemputku dan membawaku ke puskesmas terdekat. 

“Ini harus segera dibawa ke rumah sakit,” kata bidan yang memeriksa saat itu. “Sudah positif keracunan kehamilan. Kalau dipaksa lahir normal nanti ibunya bisa kejang saat mengejan. Takutnya anaknya ikut kejang, bisa meninggal dua-duanya.” 

Aku dan suami saling berpandangan. Perasaan gugup dan takut menyelimuti hati kami. Dibantu oleh bidan senior di puskesmas tersebut, kami memutuskan untuk ke Klinik Ibu dan Anak yang ada di Samarinda, tepat biasa kami chek up tiap bulannya. 

Setibanya di sana, aku disambut seorang perawat. Pukul 14.00 WITA, dokter mengecek pembukaan dan tak ada pembukaan sedikitpun. Mereka tidak berani memberikan suntik rangsangan agar terjadi pembukaan karena khawatir aku mengalami kejang yang berakhir fatal. Kemudian jam 9 malam, aku masuk ruang operasi dan tak lama kemudian bayi pertama kami lahir. Ia bayi laki-laki yang sehat dengan tangisan kencangnya. 

Mendengar tangisan itu, tiba-tiba aku teringat bahwa sedang berada di meja operasi dan perutku sekarang pasti terbuka lebar. Rasa takut dan panik akibat khayalan aneh membuatku histeris lalu pingsan. Usai berpakaian lengkap, aku baru sadarkan diri dan dibawa ke ruang recovery. Semua sudah terlewati, bayi yang dinanti hadir di sisi, selanjutnya tinggal pemulihan pasca operasi.

“Tadi ibunya sempat stres dan histeris hingga pingsan, Pak. Tapi sekarang sudah baik-baik saja, kok,” ujar perawat yang mengadu ke suamiku. Eh tepatnya memberi informasi, kali’ yaa... “Ibu banyak-banyak minum air putih. Nanti kalau air kencingnya sudah bening, berarti obatnya sudah habis. Setelah itu baru kami lepas catheter-nya.” Perawat ramah itu juga menjelaskan perihal selang kencing sambil memberikan beberapa obat yang harus kuminum saat itu.

Alhamdulillah wasyukrillah... Allah memberi kesempatan hingga kami berkumpul membina keluarga sakinnah, mawadah, warahmah. Semoga bisa diambil hikmah dan dapat menjaga kesehatan mulai dari sekarang untuk mendapatkan generasi yang sehat jasmani juga rohaninya.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Mariatul Kiftiah, Tenggarong, Kalimantan Timur.

Mariatul Kiftiah
Pada kehamilan pertama, saya tinggal di rumah mertua. Saya masih belum tahu apa saja tarakan atau pantangan bagi ibu hamil. Saat itu saya suka sekali es krim magnum. Tiap suami pulang kerja, saya selalu minta dibelikan. Nah saat kehamilan memasuki bulan ke-2, kegemaran saya ini ketahuan mertua. Beliau marah-marah. Saya hanya bisa diam, tapi tetap memakan es krim secara sembunyi-sembunyi.

Saat kandungan memasuki trimester 3, badan terasa panas. Inginnya mandi terus, tak peduli jam 12 malam sekalipun. Karena kamar mandi di rumah mertua ada di belakang, jadi harus keluar rumah sendirian sebab kasihan bila membangunkan suami. Usai mandi, saya minum air es di kulkas, bawaanya haus terus. 

“Kalau kena asam urat, gimana?” omel mertua.

Beruntung yang ketahuan mertua hanya ritual mandi malamnya. Kalau sampai mertua tahu kalau saya hobi minum es, pasti lebih dimarahi lagi. Susah juga ya ikut mertua. Namun karena ini bentuk sayang mertua, saya diam saja. Ritual mandi malam tetap dilakukan. Siapa sih yang kuat menahan gerah? 

Saat memasuki 8 bulan, dari jam 4 sampai jam 8 pagi, saya sakit perut. Rasanya pingin BAB. Akhirnya bolak balik ke kamar mandi. Capek! Kalau bukan lagi di rumah mertua, pasti ngedon di WC. Nah masalahnya mertua meminta saya goreng telur untuk sarapan suami, sedangkan mertua pergi belanja. Saking tak kuasa menahan mules, usai ceplok telur di atas penggorengan, langsung saya tinggal ke kamar mandi. Lagi enak-enaknya jongkok, tiba-tiba ada teriakan yang mengagetkan.

“Nitaaaa ... kamu kemanaaaa?”

Sontak saya lari ke arah dapur karena teringat telur yang belum diangkat dari penggorengan. Niat awal bikin telur mata sapi, yang jadi malah mata hantu. Beruntung amarah mertua reda setelah saya ceritakan apa yang terjadi. Dengan bergegas, mertua malah membawa saya bidan dengan diantar suami. 

Hasil pemeriksaan menunjukkan kalau sudah ada pembukaan 4. Hingga akhirnya pukul 15.15 WIB, saya melahirkan. Sesaat sebelum melahirkan, ada kejadian menarik. Saya berkali-kali minta diantar suami ke kamar mandi, padahal dilarang oleh bidan. Nah saat disuruh mengejan, saya bilang, “Bu Bidan, eek saya mau keluar. Huff, huff, huff ...” 

“Tidak apa-apa. Ayo terus mengejan, keluarkan saja kotorannya,” jawab bidan.

Suami saya menangis melihat saya kesakitan.

Saya terus meminta agar diantar ke kamar mandi. Walau demikian, juga terus mengejan hingga bayi yang saya kira eek keluar dengan bobot 2900 gram. Keluarga tidak ada yang mengira kalau bayi saya sebesar itu, dikira prematur karena memang usia kandungannya belum genap 9 bulan.

Melalui pengalaman ini, saya berpesan kepada para calon ibu agar tak perlu takut mengkonsumsi es. Mungkin karena saya sering minum es jadi bayinya besar. Tapi jangan terlalu sering, nanti bisa batuk. Kemudian ibu hamil tidak boleh mandi malam karena dapat menimbulkan rematik. Setelah sebulan pasca melahirkan, kaki saya sakit sekali bila dipakai jalan. Akhirnya tiap hari dikasih parutan jahe sama suami. Beruntung sekarang normal kembali.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)

Penulis: Nita, berkelahiran di Malang, 25 April 1991. Ibu rumah tangga ini tinggal di DS. Kebobang RT.1 RW.1 Kec. Wonosari/ Gunung Kawi Kab. Malang, Jawa Timur.

Nita
Tumis Jamur Bakso Pedas Manis Asin

Bahan:
  • Jamur Tiram ¼ kg
  • Bakso Ayam 1 bungkus (isi 10)
  • Bawang Merah 5 butir
  • Bawang Putih 3 butir
  • Cabe Rawit (sesuai selera)
  • Cabe Merah 1 batang (sebagai hiasan; iris miring)
  • Daun Bawang
  • Daun Seledri
  • Garam
  • Gula Pasir (secukupnya)
  • Penyedap Rasa
  • Minyak Goreng untuk menggoreng


Cara Membuat :
  • Suir Jamur lalu cuci dan peras sampai airnya tidak ada lagi
  • Iris bakso bagi menjadi 4 bagian, rendam dengan air panas, tiriskan.
  • Iris bawang merah, bawang putih.
  • Potong halus daun bawang dan daun seledri.
  • Panaskan minyak goreng dalam wajan.
  • Masukkan bawang merah dan bawang putih, tumis hingga harum.
  • Masukkan bakso, cabe rawit, daun seledri dan daun bawang, beri air secukupnya
  • Beri garam, gula pasir, dan penyedap rasa.
  • Setelah air mendidih masukkan jamur.
  • Tunggu hingga jamur layu, matikan kompor.
  • Sajikan dalam mangkok, beri irisan cabe merah di atasnya.
  • Hidangkan.

Kiriman resep dari: Rini Anggoro Kekasih (Winae Ackless), Palembang

Winae Ackless
NewerStories OlderStories Home