Before We Meet

Tak pernah kusangka ada setitik nafas kecil yang hidup di dalam rahimku. Ya, benar sekali. Aku akhirnya positif hamil. Dua tahun pernikahan dengan suami tersayang, akhirnya Allah SWT memberiku kepercayaan untuk menjadi calon ibu. Memang baru calon karena perjuanganku sebagai ibu baru akan dimulai. Di usia dini kehamilan, aku sangat menikmati. Tapi belum begitu terasa, sampai akhirnya kuberanikan diri memeriksakan kandungan untuk pertama kalinya ke dokter spesialis kandungan di Samarinda. Dulu aku menetap di sana sebelum move to Jakarta. 


Harap-harap cemas kumasuki ruang periksa kehamilan. Kemudian, gel pun dioleskan ke permukaan perutku, alas dari alat yang berguna agar yang di dalam kandungan dapat dilihat via USG. Jujur ada rasa senang bercampur haru ketika dokter mulai menggeser-geser alat yang menyentuh gel tersebut, sampai akhirnya dokter memintaku melihat layar dan memperhatikan sesuatu yang berbentuk bulat. Itu adalah janin mungilku. Begitu kecil hingga aku harus menyipitkan mata untuk melihatnya lebih jelas. Naluri keibuanku muncul saat itu, jujur aku bahagia sekali walau bentuknya belum sempurna.


Tapi ternyata kegembiraanku tak diimbangi dengan keterangan dokter. Janinku belum ada detak jantung padahal usianya sudah dua bulan. Aku mencoba menyembunyikan rasa takut bila nantinya terjadi sesuatu padanya. Untunglah dokter kandungan memintaku agar tidak khawatir karena hal itu biasa terjadi. Wah, sedikit tenang rasanya. Dokter pun memintaku untuk menghentikan aktivitas demi janin di rahimku. Ya, aku memang sangat disibukkan dengan pekerjaan.


Aku lalu pulang dengan membawa beberapa obat penguat kandunganku.


"I don't wanna loose this baby." Itulah yang terlintas di benakku. 


Setiba di rumah, yang terbayang adalah wajah suamiku. Karena kami tinggal beda kota karena pekerjaan, bergegas kuhubungi dia via telepon. Aku bisa mendengar bagaimana nada sedih suami saat kujelaskan hasil pemeriksaan tadi. Sampai akhirnya suami memintaku untuk berhenti total dari pekerjaanku.


Alhamdullillah janinku dinyatakan baik-baik saja pada pemeriksaan bulan-bulan selanjutnya. Dan seperti kebanyakan ibu hamil, aku juga mengalami rasa mual yang luar biasa. Malas makan ini, malas makan itu. Makanan yang kusuka jadi kubenci, sampai badan terasa lemas ketika mencium aroma wewangian. Semua terjadi padaku. Walau tidak begitu parah tapi aku sangat menikmatinya. Bahkan sesuai anjuran dokter, aku diizinkan untuk menjalankan puasa selama mampu. Luar biasa, si kecil kuat diajak puasa bahkan bobotnya terus naik.


Wajar bila seorang ibu khawatir pada janin yang dikandungnya. Begitu pula diriku. Setiap hari aku mencoba mencari informasi melalui internet tentang segala hal yang berhubungan dengan kehamilan. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan ataupun dimakan. Sampai-sampai saking khawatirnya, suami ikut search di website-website yang memuat informasi tentang perkembangan bayi. Maklum, kami berdua adalah orang baru dalam kasus ini. 


Pada bulan kelima, pertama kalinya suamiku mengantarku check up ke dokter. Kemudian, apa yang terjadi jauh dari yang kukira. Suami meneteskan air mata saat melihat sesosok bayi mungil yang bergerak-gerak di rahimku. Itulah pertama kalinya aku melihat suamiku menangis. 


Sambil menatapku, suami berbisik pelan, "Ini anak kita ya, Mah? Mungil sekali. Jari-jarinya, kakinya, wajahnya ... Thank you ya, Mah." 


Itu moment yang sangat indah walau kami belum memeluk si kecil secara langsung dan nyata. 


Bulan ke-6, 7, 8 ... kulalui dengan begitu semangat. Karena sebulan lagi, seseorang akan menghias kelengkapan keluarga kecilku. Perasaanku dag-dig-dug setiap memeriksakan keadaan si kecil. Rasanya campur aduk. Apalagi saat mendengar detak jantungnya yang kencang sekali. Ya Allah, jujur udah ingin sekali memeluk si kecil. 


Akhirnya hari itu tiba. Walau jadwal kelahiranku maju 2 minggu dari jadwal seharusnya, tapi aku sangat antusias. Ingin bisa melahirkan normal tapi kondisi bayi tidak memungkinkan. Alhamdullillah bayiku lahir sempurna. Allah SWT benar-benar luar biasa, memberiku kesempatan untuk menjadi seorang ibu.


Di masa hamil saja semuanya terasa indah, apalagi saat bertemu muka langsung dengan si buah hati. It is an amazing moment. 


Dear My Princess... Thank’s for letting me keep you save before we meet. Thank’s for trust me to care of you before we meet. Thank’s for put a smile on my face everytime I feel you before we meet. And thank’s for always make me want you before we meet.


Untuk calon ibu di seluruh dunia, percayalah apa yang ada di rahimmu adalah keindahan yang tak pernah bisa terucapkan. Karena banyak cinta untuknya walaupun belum bertemu secara nyata. 


Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)


Penulis: Syafitri Hajjaningsih A.Md, lahir di Samarinda (Kaltim) pada tanggal 25 September 1982. Merupakan anak kedua dari bapak H. Soegiyantoko and ibu Hj. Noorlailiyah. Penulis merupakan salah satu lulusan jurusan Administrasi Niaga program studi Pariwisata Universitas Mulawarman Samarinda tahun 2003. Penyuka olahraga jogging dan lagu pop barat ini meniti karir pertama kali sebagai tour guide lepas (saat itu masih duduk dibangku SMA kelas 2) di beberapa hotel di Samarinda, pengajar di Yayasan privat Jundi dari tahun 2004-2014 serta menjadi pengajar untuk mata kuliah ber-basic english language untuk Jurusan Informatic Computer, Accounting Computerized, Bussiness Administration, Design Computer And Multimedia di Lp3i Samarinda tahun 2011- 2013.



Syafitri HN


NewerStories OlderStories Home

0 komentar:

Post a Comment