Tanggal 24 Agustus 2013, saat dimana aku memutuskan untuk melepas masa lajang. Ketika itu usiaku 20 tahun dan usia mantan pacar yang kemudian jadi imam hidupku ialah 24 tahun. Bahagia saat itu yang kurasa. Harapan kami saat itu adalah cepat dikaruniai anak.
Bulan September, aku sering pusing dan mual-muntah. Pada saat itu, aku terlambat datang bulan. Aku lalu pergi ke klinik dekat rumah untuk periksa, sangat berharap kalau sedang hamil. Saat kulontarkan semua keluhan yang kurasa, dokter pun menuliskan resep.
Saat dokter sedang serius menulis resep, tanyaku, "Dok, apa obat yang dikasih aman untuk ibu hamil? Saya sih belum tahu pasti saya hamil atau tidak, namun saat ini sudah terlambat datang bulan."
"Oh… begitu? Coba ibu tes di rumah. Ini saya resepkan obat yang ringan dan aman saja, ya," jawab dokter.
Setelah mengiyakan, aku pun pulang. Kusempatkan mampir ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Mama menyarankan untuk membeli yang bagus agar hasilnya akurat. Sesampainya di rumah, langsung kutes namun hasilnya negatif. Rasa kecewa timbul, suamiku menyemangati agar bersabar dan terus berusaha.
Aku tidak hamil tapi tak kunjung datang bulan. Aneh. Akhirnya, kuputuskan periksa ke dokter kandungan. Setelah di USG, ternyata ada kantong abnormal yang berisi cairan di dalam ovarium. Namanya kista. Aku langsung down. Setelah ini, apa aku bisa mempunyai anak?
Dokter bilang pada beberapa kasus ada wanita dengan kista yang apabila hamil dan janinnya lemah maka pada saat kista membesar, janin kalah lalu keguguran. Jika janin kuat, maka sebaliknya: semakin besar janin maka kista akan hilang dengan sendirinya. Dokter memberiku vitamin sekaligus penyubur dan menyarankan agar aku tidak stres.
Semenjak tahu penyakitku, aku mulai banyak mencari tahu tentang penyebab dan cara mengobati kista dari info di artikel, internet, dan dari teman. Selang beberapa hari kemudian, aku pun datang bulan. Tapi pada bulan berikutnya, aku telat lagi. Karena kupikir mungkin lagi-lagi efek kista, jadi aku bersikap biasa saja. Yang berbeda, semakin hari nafsu makanku semakin bertambah. Gampang lapar dan capai.
“Mungkin efek vitamin dari dokter,” pikirku.
Lama-lama celanaku mulai sempit. Perut gendut efek banyak makan. Tapi mengenyangkan perut tak bisa ditunda. Kalau telat makan pasti langsung mual. Setiap mencium bau rokok pun jadi mual. Untuk antisipasi, aku jadi sering makan rujak dan permen. Efek lapar terus, aku jadi celamitan. Setiap liat orang makan, pasti mau. Kalau nggak dikasih, perasaan sakit hati banget. Jadi lebih sensitif.
"Mila kamu kenapa sih? Mau dapet ya?" ledek teman kerjaku.
Mendengar itu, baru sadar kalau sudah terlambat datang bulan lebih dari sebulan. Temanku menyarankan untuk tes kehamilan, namun aku ragu. Takut kecewa lagi.
Esoknya usai bangun tidur, langsung testpack kucoba. Sambil mengucek mata, kulihat hasilnya dua garis merah. Aku langsung kaget dan gemetaran. Perasaan campur aduk antara kaget, senang, dan tidak percaya sampai-sampai kutes ulang 2 kali lagi. Suami yang masih tidur pulas kubangunkan dan kutunjukan hasil tes itu.
Kurang percaya dengan hasil tes, aku pun periksa ke rumah sakit yang kemarin. Setelah di USG, ternyata memang hamil. Waktu itu tanggal 3 Desember 2013, hasil USG menyatakan janinku sudah berusia 5 minggu.
Yaa Allah ... senang bukan kepalang.
“Dok, bagaimana dengan kista saya?"
Dokter menyataķan kalau kistaku sudah hilang dan janin tumbuh dengan sehat.
“Subhanallah... Kamu kuat, Nak.” Airmata kebahagiaan pun menetes.
Saat Maret 2014, usia kandunganku sekitar 4 bulan. Tiba-tiba badanku drop. Demam, kepala pusing, badan lemas, tulang dan sendi sakit serta ngilu terutama bagian kaki dan punggung. Mama membawaku ke bidan dekat rumah. Setelah diperiksa, bidan geleng-geleng kepala.
“Kenapa, Bu?" tanyaku penasaran.
"Waduh… panasnya tinggi banget 41 derajat Celcius. Tekanan darahnya juga rendah 70/90 mmHg. Kalau tidak kuat, bayinya bisa keluar."
“Ya ampun, Dede’... Yang kuat ya, Sayang. Mama yakin kamu akan bertahan di perut Mama hingga saatnya kamu akan melihat indahnya dunia.”
Pulang dari bidan aku pun bedrest selama tiga hari. Juga mengkonsumsi obat paracetamol dan ibuprofen dari bidan. Semua duka yang dirasa terobati dengan perkembangan yang baik dari calon anakku.
Sebenarnya anakku bisa dilahirkan dengan persalinan normal. Namun karena mataku minus tinggi yang memungkinkan retinanya bisa robek dan menyebabkan kebutaan, maka dokter menyarankan untuk lahir melalui operasi. Puji syukur anakku memang kuat. Tanggal 30 Juni 2014 pukul 11.00 WIB, ia lahir dengan selamat. Jenis kelaminnya laki-laki, beratnya 3100 gram dan panjangnya 47cm.
Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Tien Karmila, lahir di Jakarta, 19 November 1992 adalah
putri pertama dari 3 bersaudara pasangan Karma Supriyanto dan Titin Suhartini
dan istri dari Aditya Slamet Priyadi. Ibu dari 1 anak ini gemar sekali
menyanyi. Alumni dari SMKN 12 Jakarta ini bekerja di salah satu perusahaan
swasta di Jakarta yang bergerak di bidang jasa sebagai Senior Accounting.
Bekerja sambil berbisnis onlineshop kini ingin mencoba menjadi seorang penulis.
Sewaktu masih sekolah sering membuat cerita dan rajin menulis diary dan kini ia
ingin mencoba mengembangkan aktivitas menulisnya. Domisili di Jakarta. Email
tinkarmila@ymail.com. FB : Miela Cagiyana Aditya.
Tien Karmila |
0 komentar:
Post a Comment