Melahirkan seorang bayi yang sehat dan sempurna adalah peristiwa penting dan paling membahagiakan dalam hidup saya. Setelah perjuangan 9 bulan masa kehamilan, melihat sosok mungil nan lembut itu nyata di hadapan, seharusnya membuat saya bahagia dan terus bahagia saja. Tapi, mengapa kemudian saya merasa begitu sedih dan emosional? Mengapa justru rasa bahagia itu tergeser oleh perasaan penuh kesedihan dan kekhawatiran? Ternyata itulah Baby Blues Syndrome!
Semasa kehamilan, saya banyak membaca artikel seputar kehamilan-persalinan-pasca persalinan. Sedikit banyak saya juga telah mengetahui secara teori apa itu Baby Blues Syndrome. Gangguan kejiwaan ringan yang muncul setelah melahirkan itu memang dialami oleh 50-80% wanita, terutama untuk kelahiran bayi pertama. Saya sudah sering membaca dan mendengar itu. Tapi ketika benar-benar mengalami, saya justru tidak menyadari.
Hari ke-3 pasca melahirkan adalah permulaannya. ASI saya belum juga keluar meskipun sudah minum pelancar ASI, mengompres air hangat, dan memijat payudara. Saya merasa sangat tertekan karena belum bisa memberikan makanan terbaik bagi bayi saya yang sudah telanjur diberi susu formula karena tidak mungkin membiarkannya menangis kelaparan. Padahal ketika hamil, saya telah bertekad untuk memberi ASI eksklusif.
Hari ke-4 barulah ASI saya keluar perlahan, sementara payudara telah membengkak. Tapi ternyata, praktek menyusui tidaklah semudah yang saya bayangkan. Bayi saya yang telah terbiasa menghisap dot, serta merta menolak bahkan sampai menangis hebat saat saya mencoba menyusuinya. Setiap kali bayi saya menangis, mama langsung mengambilnya dan memberi dot lagi. Hal itulah yang memperburuk suasana hati saya. Saya merasa tidak diberi kesempatan untuk berlama-lama belajar karena mama keburu kasihan pada cucunya yang menangis menolak saya susui.
Karena itu pula, saya kemudian terserang demam. Suhu tubuh saya panas, tapi seluruh tubuh menggigil kedinginan. Meski suhu kamar saya sebenarnya hangat, saya tetap merasa perlu menyalakan komputer dan laptop agar terasa labih panas. Selimut sudah berlapis-lapis, tangan dan kaki dipakaikan sarung, kening dan payudara di kompres air hangat. Saya sampai merasa kejang tiap kali menggigil. Kata-kata yang keluar dari mulut saya pun sudah tidak jelas. Suami, mama, dan kakak perempuan saya jadi panik. Kakak perempuan saya menemui bidan dan menanyakan solusinya. Saya yang hanya bisa terbaring berbungkus selimut, kemudian diberi Sanmol. Awalnya saya menolak keras karena takut efeknya terhadap ASI saya yang baru keluar. Tapi saya tidak punya pilihan karena berlama-lama menahan sakit, berarti juga memisahkan diri dari bayi saya.
Setelah minum obat, saya akhirnya tertidur berjam-jam. Ketika sadar, tubuh terasa lemas. Jangankan untuk menggendong bayi saya, untuk duduk saja saya masih sempoyongan. Sekali pun saya paksakan, suhu tubuh saya yang panas membuatnya rewel ketika saya gendong. Dan saya merasa makin jauh dengan bayi saya.
Saya tidak bisa menyusuinya-saya begitu lemah untuk menggendongnya-bayi saya lebih nyaman bersama neneknya-saya khawatir bayi saya tak mengenali ibunya.
Dengan perasaan sedih yang mendalam itu, saya sering menangis diam-diam saat bayi saya telah tertidur di samping mama. Sementara saya tidak bisa tidur di sampingnya. Meskipun begitu, saya tetap ikut terjaga tiap kali bayi saya menangis, saya melawan kantuk dan lemas untuk bangun menyiapkan dotnya. Saya berusaha lebih dulu untuk menenangkannya meskipun ketika mama terbangun, bayi saya kembali dalam pelukan neneknya.
Beruntung, perasaan itu akhirnya bisa saya atasi sehingga Baby Blues Syndrome tidak berkembang menjadi Post Partum Depression atau Depresi Pasca Melahirkan. Memang, umumnya Baby Blues Syndrome hanya berlangsung dalam 14 hari pasca persalinan. Dalam hal ini, peran suami dan keluarga sangatlah penting untuk membatu saya keluar dari masa-masa itu.
Lalu, apa saja yang harus dilakukan ketika Baby Blues Syndrome menyerang? Berikut kiat yang bisa saya bagikan untuk ibu-ibu lainnya:
Ketahui Penyebab Baby Blues Syndrome
Baby Blues terjadi karena tubuh sedang mengadakan perubahan fisikal yang besar setelah melahirkan, hormon-hormon dalam tubuh juga mengalami perubahan besar ditambah proses persalinan yang melelahkan dan pemulihan pasca persalinan. Selain itu, peran sebagai ibu baru pun membutuhkan adaptasi yang menyebabkan perubahan ritme kehidupan sosial. Semua itulah yang akhirnya mempengaruhi perasaan kita.
Mengenali Tanda Gejala Baby Blues Syndrome
Baby Blues Syndrome umumnya ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan yang membuat ibu menjadi lebih sering menangis, mudah kesal, gampang tersinggung, merasa bersalah dan tidak berharga, kadang juga disertai sakit kepala dan kelelahan.
Cari Solusi Pemicu Baby Blues Syndrome
Saya tidak bisa menyusui bayi saya. Tapi saya tidak menyerah untuk tetap memberi ASI padanya. Saya kemudian memutuskan untuk memompa/memerah ASI. Setelah itu, rasa bersalah pun mulai terobati. Saya meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk bayi saya, belajar dan memperhatikan cara mama merawatnya. Ketika saya mulai terbiasa merawat si kecil, perasaan tidak berharga pun hilang seketika.
Bersikap Terbuka Pada Suami dan Keluarga
Komunikasikan dengan suami, anggota keluarga, dan teman dekat mengenai rasa sedih dan tekanan yang dialami agar perasaan lebih ringan. Dengan begitu, orang di sekeliling pun bisa mengerti perubahan sikap dan kesulitan yang kita hadapi. Biarkan mereka membantu pekerjaan rumah dan merawat si kecil sampai kita benar-benar pulih.
Beristirahat Sedapat Mungkin
Tidurlah ketika bayi kita tidur. Beristirahat dapat memulihkan tenaga dan psikis kita sebagai ibu baru. Berilah waktu bagi diri sendiri untuk rileks dengan aktivitas ringan yang menyenangkan.
Perbanyak Bersyukur dan Berpikir Positif
Berpikirlah realistis tentang peran kita sebagai ibu. Yakinkan hati bahwa kita bisa merawat dan mengasuh bayi. Jangan biarkan diri terus menerus berada dalam kesedihan. Buanglah jauh-jauh rasa bersalah, perasaan tidak berdaya dan tidak berharga. Percayalah, tidak ada yang menuntut kita untuk jadi sempurna. Dengan menjadi ibu saja, itu sudah luar biasa dan sepatutnya kita syukuri, bukan tangisi.
Karena itu pula, saya kemudian terserang demam. Suhu tubuh saya panas, tapi seluruh tubuh menggigil kedinginan. Meski suhu kamar saya sebenarnya hangat, saya tetap merasa perlu menyalakan komputer dan laptop agar terasa labih panas. Selimut sudah berlapis-lapis, tangan dan kaki dipakaikan sarung, kening dan payudara di kompres air hangat. Saya sampai merasa kejang tiap kali menggigil. Kata-kata yang keluar dari mulut saya pun sudah tidak jelas. Suami, mama, dan kakak perempuan saya jadi panik. Kakak perempuan saya menemui bidan dan menanyakan solusinya. Saya yang hanya bisa terbaring berbungkus selimut, kemudian diberi Sanmol. Awalnya saya menolak keras karena takut efeknya terhadap ASI saya yang baru keluar. Tapi saya tidak punya pilihan karena berlama-lama menahan sakit, berarti juga memisahkan diri dari bayi saya.
Setelah minum obat, saya akhirnya tertidur berjam-jam. Ketika sadar, tubuh terasa lemas. Jangankan untuk menggendong bayi saya, untuk duduk saja saya masih sempoyongan. Sekali pun saya paksakan, suhu tubuh saya yang panas membuatnya rewel ketika saya gendong. Dan saya merasa makin jauh dengan bayi saya.
Saya tidak bisa menyusuinya-saya begitu lemah untuk menggendongnya-bayi saya lebih nyaman bersama neneknya-saya khawatir bayi saya tak mengenali ibunya.
Dengan perasaan sedih yang mendalam itu, saya sering menangis diam-diam saat bayi saya telah tertidur di samping mama. Sementara saya tidak bisa tidur di sampingnya. Meskipun begitu, saya tetap ikut terjaga tiap kali bayi saya menangis, saya melawan kantuk dan lemas untuk bangun menyiapkan dotnya. Saya berusaha lebih dulu untuk menenangkannya meskipun ketika mama terbangun, bayi saya kembali dalam pelukan neneknya.
Beruntung, perasaan itu akhirnya bisa saya atasi sehingga Baby Blues Syndrome tidak berkembang menjadi Post Partum Depression atau Depresi Pasca Melahirkan. Memang, umumnya Baby Blues Syndrome hanya berlangsung dalam 14 hari pasca persalinan. Dalam hal ini, peran suami dan keluarga sangatlah penting untuk membatu saya keluar dari masa-masa itu.
Lalu, apa saja yang harus dilakukan ketika Baby Blues Syndrome menyerang? Berikut kiat yang bisa saya bagikan untuk ibu-ibu lainnya:
Ketahui Penyebab Baby Blues Syndrome
Baby Blues terjadi karena tubuh sedang mengadakan perubahan fisikal yang besar setelah melahirkan, hormon-hormon dalam tubuh juga mengalami perubahan besar ditambah proses persalinan yang melelahkan dan pemulihan pasca persalinan. Selain itu, peran sebagai ibu baru pun membutuhkan adaptasi yang menyebabkan perubahan ritme kehidupan sosial. Semua itulah yang akhirnya mempengaruhi perasaan kita.
Mengenali Tanda Gejala Baby Blues Syndrome
Baby Blues Syndrome umumnya ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan yang membuat ibu menjadi lebih sering menangis, mudah kesal, gampang tersinggung, merasa bersalah dan tidak berharga, kadang juga disertai sakit kepala dan kelelahan.
Cari Solusi Pemicu Baby Blues Syndrome
Saya tidak bisa menyusui bayi saya. Tapi saya tidak menyerah untuk tetap memberi ASI padanya. Saya kemudian memutuskan untuk memompa/memerah ASI. Setelah itu, rasa bersalah pun mulai terobati. Saya meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk bayi saya, belajar dan memperhatikan cara mama merawatnya. Ketika saya mulai terbiasa merawat si kecil, perasaan tidak berharga pun hilang seketika.
Rizieq tumbuh sehat dengan ASI Perah dalam dot |
Bersikap Terbuka Pada Suami dan Keluarga
Komunikasikan dengan suami, anggota keluarga, dan teman dekat mengenai rasa sedih dan tekanan yang dialami agar perasaan lebih ringan. Dengan begitu, orang di sekeliling pun bisa mengerti perubahan sikap dan kesulitan yang kita hadapi. Biarkan mereka membantu pekerjaan rumah dan merawat si kecil sampai kita benar-benar pulih.
Beristirahat Sedapat Mungkin
Tidurlah ketika bayi kita tidur. Beristirahat dapat memulihkan tenaga dan psikis kita sebagai ibu baru. Berilah waktu bagi diri sendiri untuk rileks dengan aktivitas ringan yang menyenangkan.
Perbanyak Bersyukur dan Berpikir Positif
Berpikirlah realistis tentang peran kita sebagai ibu. Yakinkan hati bahwa kita bisa merawat dan mengasuh bayi. Jangan biarkan diri terus menerus berada dalam kesedihan. Buanglah jauh-jauh rasa bersalah, perasaan tidak berdaya dan tidak berharga. Percayalah, tidak ada yang menuntut kita untuk jadi sempurna. Dengan menjadi ibu saja, itu sudah luar biasa dan sepatutnya kita syukuri, bukan tangisi.
Bukankah si kecil adalah anugerah? Lalu mengapa kita harus memelihara resah? Menjadi ibu adalah hal terindah, seharusnya berbahagialah! |
0 komentar:
Post a Comment