Saya menikah 15 Juni 2013. Pada saat itu saya sudah bekerja di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Samarinda, yaitu RS Darjad. Karena ada suatu masalah, akhirnya saya berhenti. Lepas itu, saya tidak bisa duduk manis di rumah. Saya ingin membantu suami untuk mencari nafkah agar bisa punya rumah sendiri. Setelah beberapa hari mencari pekerjaan, datanglah panggilan kerja di sebuah bank ternama. Tapi belum rezeki, mereka mengutamakan wanita yang belum menikah dan bisa untuk ditempatkan di manapun cabang bank berada. Saya lalu berusaha kembali mencari pekerjaan, dan akhirnya dapat di suatu perusahaan tempat dimana ada teman saya yang juga bekerja di sana.
Hari-hari terlalui seperti biasa tapi kali ini setiap bulan selalu berdebar menunggu kabar kehamilan saya. Tanpa bosan tes urine, minggu terakhir Desember 2013 saya tetap mencoba pakai testpack karena tidak datang bulan selama 2 minggu lebih. Hasilnya ... sedikit membuat saya senang meskipun masih ragu. Akhirnya saya periksa ke bidan dan dinyatakan positif hamil.
Rasanya senang sekali. Namun ada kesedihan dan perasaan was-was karena baru bulan ke-4 saya bekerja. Apakah saya akan dipecat? Dengan kebulatan tekad, saya tidak mau ambil pusing. Ternyata Allah begitu sayang, bukan hanya calon buah hati tetapi pekerjaan juga tak hilang. Saya tidak sendiri, para sahabat jua sedang hamil. Akhirnya ada teman untuk berbagi karena kami berada pada kondisi yang sama.
Selama hamil, tidak ada mual atau ngidam seperti orang hamil pada umumnya. Hanya saja kondisi tubuh mudah lelah. Berkat dukungan serta kasih sayang yang diberikan suami membuat saya tetap bersemangat menjalani kehamilan. Dia juga adalah sosok imam yang sempurna, bangga dan sangat bersyukur diri ini telah memilikinya.
Saya tetap bekerja rutin, tak boleh ada kesempatan mengeluh. Saya ingin kelak si buah hati menjadi anak yang pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Sewaktu ramadhan, usia kandungan sudah 7 bulan. Saya pun tak ketinggalan berpartisipasi menjalankan perintah agama, karena ingin mengajarkan sang anak untuk berpuasa sedini mungkin. Namun tidak seindah yang diharapkan, ternyata saya hanya sanggup bertahan 3 hari. Saya muntah-muntah sebab maag.
Tiap bulan saya rutin periksa ke puskesmas atau pun dokter spesialis kandungan. Keadaan janin normal, air ketuban dan posisinya juga bagus. Nah ketika memasuki bulan ke-8, posisinya menjadi sungsang dan terlilit tali pusat. Sedih dan takut sekali rasanya, beruntung dukungan suami dan orangtua tak pernah lepas. Orangtua menyarankan agar dipijat agar bisa mengubah posisinya mumpung belum 9 bulan. Dokter juga menyarankan agar saya sering dalam posisi sujud. Semua saran saya ikuti.
Apalah daya, Allah berkehendak lain. Sang janin tetap dalam keadaan demikian. Walau perkiraan kelahiran jatuh pada akhir Agustus atau awal September 2014, oleh karena air ketuban sudah mulai berkurang maka di awal Agustus saya pun direncanakan dokter bersalin lewat operasi tanpa harus menunggu adanya kontraksi.
Tanggal 4 Agustus 2014 di hari Senin, orang tua menganjurkan saya bersalin di hari itu. Katanya hari baik karena merupakan hari kelahiran Rasulullah. Lagi-lagi saya menurut. Sesampainya di RS, ternyata saya tidak bisa lagsung dioperasi karena masih membutuhkan obat yang disuntikkan pada tubuh saya demi kebaikan jantung janin saya.
“Harus dikuatkan dulu sebelum dioperasi,” kata tenaga medis yang menyuntik saya.
Esoknya, lahirlah seorang bidadari kecil, hasil buah cinta saya dengan suami tercinta. Kami menamainya Zahidah Akualbi Nadhifa, yang artinya wanita cantik, berhati baik dan lemah lembut.
Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Kartika Ayu Lestari dilahirkan di Samarinda pada 14 Maret 1991 silam. Ia menetap di Perum Pondok Karya Lestari No. 710 Blok B RT.09 RW.03 Sei Kapih, Sambutan, Samarinda Kaltim. Pekerja swasta yang suka mendengarkan musik ini bisa dihubungi via akun facebook Thika Cuantik.
![]() |
Kartika Ayu Lestari |
0 komentar:
Post a Comment