Sabtu, 13 September 2014
Hari ini adalah hari ke-14 setelah jadwal haid yang seharusnya, tapi belum ada tanda-tanda akan haid. Aku dan suami adalah pasangan pengantin baru. Haid terakhirku datang pada malam setelah kami melangsungkan akad nikah di kediaman kedua orangtuaku, Kamis malam selepas Isya tanggal 31 Juli 2014. Kami yang berprofesi sebagai guru honorer di sekolah negeri dan swasta di kota kami, diberikan cuti menikah selama satu minggu.
Aku masih berpikir bisa jadi stres memicu terlambatnya haid karena jam mengajarku begitu padat. Setelah kucoba tes pakai testpack, tak sampai 2 menit keluar hasilnya. Ada dua garis yang masih samar. Aku berteriak kecil dalam hati, semua rasa campur aduk. Senang tak terkira, tapi di satu sisi juga merasa takut. Karena masih belum begitu percaya, esok kucoba lagi dengan urin pertama setelah bangun tidur.
***
Selasa, 16 September 2014
Tadi aku dan abang ke Klinik Bidan Mamit, tapi yang menjaga bukan Bidan Mamit melainkan asistennya, seorang bidan muda. Setelah kusampaikan keluhanku, bidan muda itu menanyakan testpack yang menunjukkan dua garis samar. Fiuh, untung saja kubawa. Setidaknya ini ada bukti yang bisa ditunjukkan.
“Oo.. Ini masih samar, Bu. Jadi kalaupun hamil kemungkinan besar janinnya masih lemah. Hati-hati, masih rawan. Jaga kesehatan, jangan terlalu sibuk dan lelah. Untuk memastikannya, coba seminggu ke depan testpack lagi lalu hasilnya bawa ke sini. Kemungkinan kalau memang hamil, garisnya sudah lebih terang.”
***
Senin, 29 September 2015
Aku dan abang kembali mengunjungi Klinik Bidan Mamit. Tak lupa kubawa hasil testpack terakhirku, garisnya sudah lebih jelas dibanding yang pertama dan kedua.
“Nah, sudah jelas garisnya. Insyaa Allah ini memang hamil dan janinnya sudah mulai kuat.“
Berdasar hasil pemeriksaan, janinku berumur kurang lebih 8 minggu. EDD (Estimated Delivery Date) atau biasa disebut bidan Hari Perkiraan Lahir (HPL) adalah 7 Mei 2015. Bayangkan, Mei nanti aku akan menimang bayi.
Pulangnya Abang membelikan susu ibu hamil merek Prenagen dengan label Mommy, lalu aku dan Abang mampir ke rumah Mamak-Bapak untuk mengabarkan bahwa sudah ada dedek bayi di perutku. Pulang ke rumah pun langsung kukabarkan hal ini pada ibu mertua. Beliau senyam-senyum gembira, bersyukur sekali.
***
Minggu, 5 Oktober 2014
Hari ini Idul Adha. Kondisiku sebagai calon ibu yang sedang hamil muda ternyata membuatku drop. Sudah hampir 2 minggu aku sering absen mengajar. Kubaca-baca referensi, sepertinya aku mengalami hyperemesis, mual muntah berlebihan. Ternyata aku dan Abang salah beli susu. Tawa kami meledak saat ngecek gambar di dus susu yang kami beli beberapa waktu lalu. Pada cover susu yang kami beli, ada gambar ibu hamil dengan perut begitu besar, sedangkan perutku yang hamil 8 minggu ini belum ada tonjolan apapun. Akhirnya aku minta dibelikan Abang susu hamil yang berlabel emesis untuk kehamilan usia muda yang masih morning sickness.
Kemarin petang, aku dan abang pertama kalinya USG sekaligus konsultasi ke dokter spesialis kandungan. Saat melihat janinku yang masih berupa kantong, rasanya amazing. Beginikah hamil itu? Beginikah rasanya saat melihat calon bayi darah daging kita di dalam rahim? Panjangnya sekitar 36 mm, masih sangat kecil sekali. Aku diberikan vitamin dan obat untuk pereda mual. Sejujurnya kukatakan pada Dokter Suandi bahwa aku tidak bisa makan obat akibat mual muntah berlebihan. Berat badanku juga turun, tak ada makanan yang masuk ke dalam lambungku. Setiap makan, selalu dimuntahkan lagi, sampai muntahku berwarna kuning kehijauan saking kosongnya perutku.
***
Jumat, 10 Oktober 2014
Sudah seminggu ini mual muntahku sangat berlebihan. Badan sampai lemas tak bertenaga. Aku tak sanggup untuk berangkat ke sekolah apalagi mengajar di kelas. Tidak ada satupun makanan yang masuk, bahkan air putih pun termuntahkan. Aku tak bisa minum susu, tak bisa mencium bau bawang ditumis, juga tidak bisa makan makanan yang banyak bumbu. Banyak yang menyarankan minum air hangat, tapi ternyata perutku juga tak menerima. Akhirnya keluarga berinisiatif mengajakku ke bidan untuk diinfus saja.
Dalam sejam, aku sudah menghabiskan hampir 1 botol infus. Rasanya sudah sedikit bertenaga dan bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air kecil. Aku jadi lapar dan ingin makan roti yang biasanya kumuntahkan. Sepanjang mataku tak terpejam, kuhabiskan beberapa potong roti cokelat. Alhamdulillah, aku baikan. Kata bidan, esok pagi sudah bisa pulang setelah habis 5 botol infus dan disuntik vitamin.
***
Sabtu, 18 Oktober 2014
Semalam di Klinik Bidan Aish seminggu lalu sudah menghabiskan dana yang tidak sedikit, sekitar Rp 600.000,-. Sayangnya malam ini kondisiku mengharuskan kembali merasakan tusukan jarum infus. Aku hanya bisa pasrah saat Abang meminta tolong sahabatnya untuk mengantarku ke Rumah Sakit Medika Stannia menggunakan ambulance yang ada di rumah tetangga. Badan ini sudah tidak sanggup lagi bertahan sendiri, jalanku sempoyongan. Semalam di Bidan Aish hanya menyegarkan badanku sehari saja. Setelahnya aku kembali drop.
Abang, Dek Kiki, Mamak, Ibu, semua bergantian menjagaku. Makanan rumah sakit yang membosankan dan tidak berasa tiba-tiba membuatku ingin makan ikan goreng sambal buatan Mamak. Padahal sejak hyperemesis, aku tak bisa makan yang berbau, apalagi bau amis dan bau bawang. Tanpa banyak waktu, Mamak membawa semua makanan request anak pertamanya ini. Kemudian kusantap dengan lahap. Segala puji bagi Allah, setiap diinfus sudah tidak pernah muntah lagi. Yang kukhawatirkan adalah sepulang dari rumah sakit, aku akan mual muntah berlebih kembali.
***
Selasa, 17 Februari 2015
Janinku sudah lincah. Sehari bisa amat sering jedag-jedug. Apalagi kalau malam akan tidur, Abang yang membahasakan dirinya dengan sebutan Ayah menyapanya.
“Assalamu’alaikum Dedek, anak Ayah... Lagi apa? Sudah bobo belum? Apa lagi main bola?”
Kalau sudah disapa ayahnya seperti ini, aku hanya senyam-senyum. Sekejap kemudian pasti terasa kedutan keras, dedek tahu kalau dipanggil ayahnya. Abang menempelkan kepalanya di atas perutku untuk mendengar dan merasakan gerakan anaknya. Sambil mengajak cerita, bertanya banyak hal dan memberitahukan banyak hal. Dan selama diajak berbicara itulah perutku terasa berkedut-kedut keras.
Hari ini periksa memakai USG lagi. Sambil berbaring, aku berusaha melihat ke arah komputer di sisi kanan kepalaku. Dokter menunjukkan usia kehamilan 27w5d, berat badanku sudah 50 kg. Bayi dalam kandunganku beratnya 1070 gram.
“Tenang saja, Insyaa Allah semua bagus. Berat janin segitu normal di usia kehamilan 27 minggu. Nanti kalau sudah 7 bulan ke atas akan meningkat pesat. Jadi jangan khawatir. Bismillah tawakkaltu ‘alallah.” Dokter Suandi berusaha menenangkan Abang.
Setelah beranjak dari tempat tidur, aku tak lupa mengutarakan keluhan lebih detail tentang ketakutanku akan asam urat serta gusi berdarah. Dengan senyuman dan tutur lembut dokter kembali memberikan jawaban menenangkan.
“Itu biasa, memang bawaan bayi. Bukan asam urat, tapi memang sudah kodratnya seperti itu. Untuk gusi berdarah juga jangan khawatir, sebagian besar para ibu hamil mengalaminya. Kram di persendian dan gusi berdarah adalah pengaruh hormonal saat hamil, jadi jangan was-was. Bawa santai saja.“
Tanggal 7 Mei sudah sebentar lagi. Waktu berjalan tak akan terasa. Masih banyak yang mesti kami persiapkan sebagai calon Ibu dan Ayah muda. Doa-doa suci senantiasa kami haturkan kepada Allah, semoga Allah senantiasa mendengar lagi mengijabah doa-doa kami. Mamak, Bapak, Ayah dan Ibu juga sudah tak sabar menanti kehadiran buah hati kami. Semoga semua dilancarkan. Harapanku bisa melahirkan normal dan memberikan ASI sampai dua tahun. Semoga kami bisa menjadi panutan dan pendidik yang baik untuk buah hati kami. Semoga Allah ridhai. Semoga pula kami senantiasa menjadi orang-orang yang bersyukur dan terus bersyukur.
***
Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Ria Hidayah, S. Pd., lahir di Belinyu, 26 Oktober 1990 adalah putri pertama dari 4 bersaudara pasangan Ridwan dan Yuniar dan istri dari Seftian Pramudya, S.Pd. (teman sekelas seperjuangan sejak kelas 1 SD hingga 3 SMA). Pecinta Qur’an, penyuka handicraft dan penggila Winnie the Pooh yang bercita-cita menjadi guru berprestasi, penulis terkenal, dan crafter berbakat ini sedang menunggu detik-detik kelahiran anak pertamanya. Alumni Strata 1 Prodi Pendidikan Biologi Universitas Sriwijaya tahun 2013 ini mengisi waktunya denganmengajar IPA, PAI, dan TIK di SMP N 1 Belinyu dan Matematika serta ekstrakulikuler Tilawah di MTs Al Istiqomah. Mengajar sambil berbisnis aneka kerajinan tangan serta macam-macam aktivitas menulis salah satunya cukup rutin mengisi blog. Antologi tentang Bumil dan Busui kali ini adalah antologi pertama yang dituliskan setelah menulis 59 antologi yang telah terbit dan vakum hampir 2 tahun. Pernah juara harapan 1 lomba karya tulis tingkat prov. Kep BABEL kelas 2 SMA, juara 5 event Hereafter Savings tema Kesetiaan dan Juara Favorit 1 event Momen Indahnya Kebersamaan. Domisili di Belinyu. Email r_ia_h@yahoo.co.id. Fb Muth El Hadi (Ria Hidayah). Blog riahidayah.blogspot.com.
![]() |
Ria Hidayah, S.Pd. |
0 komentar:
Post a Comment