''Alhamdulillah...'' ucapku penuh syukur saat melihat alat tes kehamilan menunjukkan positif hamil. Memang aku dan suami merencanakan langsung punya momongan setelah menikah, dan Allah mengabulkannya. Sungguh bahagia dan syukur yang tiada terkira. Hanya saja, tanggung jawabku sebagai kepala sekolah sempat membuatku sedikit khawatir. Pasalnya aku harus sering bolak-balik ke kota kabupaten bahkan provinsi yang jaraknya sangat jauh dan harus melewati pegunungan untuk mengikuti beberapa kegiatan dan workshop. Perlahan kuelus perutku dan berkata dalam hati, ''Sayang ... Kita akan melewati banyak rintangan. Kamu yang kuat ya, Sayang. Bunda akan selalu menjagamu.''
Benar saja, di dua bulan usia kandungan, aku harus ke Kota Masohi, ditempuh dalam waktu 6 jam perjalanan. Itu tidak hanya sekali. Apalagi saat itu sekolah kami mendapat bantuan sebuah gedung perpustakaan dari dana DAK pemerintah kabupaten. Pernah ketika aku baru 2 hari di rumah, ditelepon untuk berangkat lagi ke Masohi karena ada kegiatan monitoring dari provinsi. Selesai kegiatan tersebut, badanku down. Rasanya dingin, mulut pahit dan tubuh seakan tak bertenaga. Tapi tugas juga tidak bisa ditinggalkan. Setelah sehari istirahat, aku kembali berangkat ke sekolah.
Seminggu kemudian, aku harus kembali ke Kota Masohi untuk mencairkan dana bantuan bangunan tahap ke-2 dan 3 dengan kondisi tubuh yang belum benar-benar fit. Proses pencairan tak segampang yang kukira. Karena saat itu ada ratusan sekolah yang datang untuk tujuan yang sama, alhasil harus rela mengantre berjam-jam bahkan sampai malam. Ujian tidak sampai di situ, pencairan tahap ke-3 terkendala. Karena ada masalah di sekolah yang lain, beberapa sekolah termasuk sekolahku tidak bisa segera mencairkan dana. Kemungkinan 2 sampai 3 bulan kemudian baru bisa cair.
“Ya Allah ...” batinku. “Berilah aku dan janinku kekuatan serta kesabaran.”
Setelah pulang dari Masohi, beberapa hari kemudian terjadi masalah dengan perutku. Tiba-tiba saja perutku sakit dan nyeri. Memang tadi waktu keluar dari gerbang sekolah, motorku sempat anjlok di jembatan. Mamah sangat khawatir, beliau langsung menelepon bu bidan. Bu bidan lalu memberiku suntikan dan vitamin penguat kandungan. Aku harus bedrest selama 3 hari, tidak boleh turun ranjang kecuali untuk ke kamar mandi dan makan. Waktu itu kandungan baru memasuki usia 4 bulan, masih sangat rentan. Terlihat muka Mamah sedikit pucat, gemetar karena khawatir. Diam-diam aku meneteskan air mata. Betapa kau mencintaiku, Mamah.
Menginjak usia 5 bulan kandungan, kondisi badanku mulai pulih. Selera makanpun kembali, aku selalu ingin makan yang enak dan pedas. Ada-ada saja keinginanku, kadang ingin makan ayam asam pedas, sop kepiting, dan lain-lain. Beruntung aku tidak mengidam yang aneh-aneh. Perutku juga mulai membesar, sering kuelus dan ajak mengobrol. Katanya kebiasaanku itu bisa menstimulasi otak anak supaya cerdas.
Pada bulan ke-6, Mamah sudah menetukan tanggal selamatan 7 bulanan. Katanya menurut adat jawa, tanggal yang baik adalah tanggal 7, 17 dan 27. Aku ikut apa kata Beliau. Nah, sebelum selamatan, kembali aku mendapat tugas mengikuti workshop. Kali ini di Ambon. Akhirnya aku ditemani mamah berangkat ke sana, Mamah tidak tega melihatku dengan perut besar sendirian. Perjalanan ditempuh sehari semalam dengan bus, lalu harus menginap di pelabuhan fery untuk menyeberang ke Pulau Ambon.
Baru keesokan harinya kami menyeberang dengan kapal dan tiba di Ambon sekitar jam 9 pagi. Untung ada adik lelakiku yang sedang kuliah di kota itu. Jadi selama kegiatan, Mamah bisa tinggal di kost-kostan adikku. Workshop berjalan 2 hari, kegiatannya dimulai dari pagi hingga larut malam. Pinggang rasanya panas karena terlalu lama duduk untuk mendengarkan materi. Kuelus-elus perutku sambil berkata dalam hati, ''Sabar ya, Sayang ...''
Belum selesai kegiatan di Ambon, kembali aku mendapat telepon dari dinas kabupaten untuk segera datang mencairkan dana tahap ke-3 bangunan sekolah. Begitulah, usai workshop, kami mampir dulu ke Masohi menggunakan kapal cepat. Kembali, prosesnya berjalan lama. Hampir sebulan aku di situ sendirian karena Mamah pulang terlebih dahulu. Selesai pencairan dana, aku langsung pulang dan memutuskan istirahat total, menunggu kelahiran buah hati. Lagipula suami pun tidak mengizinkan aku pergi-pergi lagi. Alhamdulillah, pada pertengahan Ramadhan, lahirlah putri pertama kami yang diberi nama Adzkia Saufa Ramadhani.
Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Hermawati, guru honor dengan akun facebook Erly ThepowerofLove ini lahir di Maluku Tengah, 02 Desember 1986. Ia tinggal di Desa Wonosari, Kec. Seram Utara Timur Seti, Kab. Maluku Tengah. Hobinya membaca buku.
Hermawati |