Aqiqah adalah wujud rasa syukur atas karunia Allah atas lahirnya seorang anak, baik laki-laki atau perempuan. Bagi orangtua, khususnya seorang ibu, segala yang terbaik akan dipersiapkan demi kelangsungan acara tersebut. Mulai dari pemilihan-penyembelihan kambing, dekorasi, dan juga undangan.

Nah, yang ingin saya bahas adalah item terakhir yang saya sebutkan tadi, undangan.

Dulu, ketika Rizieq lahir, saya sudah memikirkan konsep undangan yang saya inginkan. Harus unik dan berbeda. Saya tidak mau undangan yang bentuknya petak saja, harus lain dari yang lain. Lalu mulailah saya paksa suami untuk mendesain undangan Rizieq. Dan hasilnya begini:

Undangan Rizieq (2014)
Undangan itu (beserta gantungan kuncinya) saya kerjakan sendiri dengan penuh semangat. Ya iyalah, namanya juga untuk anak... Alhamdulillah, ternyata banyak yang suka. Bahkan ada sepupu yang kemudian order untuk anaknya juga.

Sehari-hari, saya membawa Rizieq ikut suami ke toko. Meski tugas utama saya menemani Rizieq, tapi sedkit banyak, saya juga suka gatel ikut nimbrung kerjaan suami. Apalagi yang menyangkut anak-anak, termasuk undangan aqiqah. Saya suka gregetan kalo suami desain undangan buat anak-anak tapi pake gaya bapak-bapak. Sebagai seorang ibu, saya paham betul perasaan ibu-ibu yang kepengen undangan anaknya tampil cantik sesuai umur, bukannya serius dan ketuaan.

Berhubung kemampuan menulis novel saya sedang mati suri sejak hamil sampai sekarang, jadi untuk menghibur diri, saya lalu mencemplungkan diri dalam desain-desain lucu ala anak-anak. Dan alhamdulillah, ternyata makin banyak yang suka. Bukan cuma di lingkungan keluarga, bahkan orderan datang dari berbagai daerah. Aceh, Padang, Jambi, Kalimantan pun ada.

Kalo ibu-ibu sedang mencari ide untuk undangan aqiqah yang unik dan anti-mainstream, berikut ini beberapa undangan hasil campur tangan saya :D

Undangan Aqiqah Gendongan Cewek orderan Azura di Batam
Undangan Aqiqah Gendongan Cowok orderan Sasha Herman Deru di Gandus
Undangan  Aqiqah Baju orderan Fara di Plaju
Undangan Aqiqah Kereta Bayi orderan Rizka di Talang Ratu
Undangan Aqiqah Smartphone orderan Viona di Baturaja
Undangan Aqiqah Baju Muslim orderan dr. Dilla di Aceh Besar
Undangan Aqiqah Mickey Mouse orderan Tiara di Lampung
Undangan Aqiqah Gaun Polkadot orderan Vebby di Sleman
Undangan Aqiqah Gaun Kotak-Kotak orderan Yanti di Banjarmasin
Undangan Aqiqah Jumper orderan Rora di Babat Toman
Undangan Aqiqah Jumper orderan Fessy di Batam
Nah, sudah tahu mau bikin undangan yang gimana? Mudah-mudahan yang saya bagikan di atas bisa menginspirasi dan menyemarakkan acara aqiqah si buah hati. Walaupun... yang terpenting sebenarnya adalah makna syukur dalam aqiqah itu sendiri. 

ASI dan Susu Formula (Sufor) seringkali dibuat seakan bermusuhan. Keduanya diadu-adu mana yang terbaik bagi bayi. Ibu-ibu yang berhasil memberi ASI eksklusif pada bayinya, kadang lupa diri dan mem-bully ibu lain yang memutuskan untuk memberi sufor. Padahal, keputusan untuk tidak ASI eksklusif adalah sesuatu yang sangat berat mengingat setiap ibu pasti ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Dan, mayoritas kita meyakini bahwa ASI-lah makanan terbaik bagi bayi.

Seperti yang pernah saya ceritakan di postingan sebelumnya, (baca: Ketika Baby Blues Syndrome Menyerang), ASI saya baru keluar di hari ke-4 pasca persalinan. Bayi saya telah diberi sufor dengan dot sehingga ia bingung puting. Terlebih lagi dengan puting yang rata dan kurangnya pengetahuan tentang laktasi, membuat saya kewalahan tiap kali mencoba menyusui. Saya telah mencoba beberapa posisi, juga mencoba menyambung puting. Tapi kadang, prosesi menyusui tetap berakhir dengan helaan nafas panjang dan kekecewaan ketika melihat si kecil yang meraung hebat diambil mama untuk diberi dot (lagi). Seperti kebanyakan ibu yang gagal ASIX, saya pun sempat merasa gagal menjadi ibu.

Tak ingin menyerah begitu saja, saya kemudian memutuskan untuk memompa ASI. Hasil pompa pertama saya tak lebih dari 10 ml, padahal sakitnya minta ampun. Meski sangat sedikit, tapi harapan saya sangat besar ketika melihat si kecil meminumnya. Yang penting bayi saya mau ASI, saya hanya perlu berusaha lebih keras lagi.

Saya mulai browsing tentang ASIP. Mulai dari cara memompa, memperbanyak ASIP, juga cara menyimpan dan menyajikan ASIP untuk bayi saya. Saya berharap nanti ia bisa lepas dari sufornya dan menjadi bayi ASI penuh.

Karena saya tidak menyusui langsung, saya harus rajin memompa ASI. Paling tidak, 2 jam sekali saya harus memompa dengan pompa ASI manual saya. Berapa pun yang saya dapat, langsung dilahap habis oleh si kecil. Itulah yang kemudian membuat saya bersemangat. Saya rela meski harus bolak-balik mencuci pompa, saya rela bangun sendirian malam-malam untuk memompa sebelum bayi saya bangun dan merengek haus. Saya rela menghabiskan waktu saya demi kucuran ASI itu. Dalam sehari minimal saya memompa 10 kali. Satu kali memompa setidaknya setengah jam waktu yang saya butuhkan. ASI yang awalnya sedikit itu lambat laun jadi melimpah. Bayi saya memang tidak sepenuhnya lepas sufor, tapi ia mengonsumsi ASI jauh lebih banyak dari sufor. Sufor dibuat hanya untuk menunggui saya bila belum selesai memompa sementara si kecil keburu lapar. Itu pun kemudian sufornya dibuang ketika ASI saya siap.

Bayi saya tumbuh sehat dan gemuk. Di hari ke-30 kelahiran, beratnya sudah 5 kg. Di umur 2 bulan, beratnya naik menjadi 6,5 kg. Tentu saja saya bahagia sekali. Perjuangan saya tak sia-sia rasanya. 

Saya berusaha sebisa mungkin untuk menepati jadwal memompa yang sebenarnya berat dan banyak godaannya. Rasa capek, rasa kantuk, kadang juga rasa malas menyerang, tapi seolah telah saling membutuhkan, saya tak bisa dengan sengaja meninggalkan rutinitas itu. Pernah tanpa sengaja saya melewatkan 1 jadwal memompa, saya langsung demam. Mungkin karena produksi ASI yang melimpah membuat saya harus terus menyalurkan ASI itu agar tidak bengkak yang berujung demam.

Semakin besar, rupanya kebutuhan ASI si kecil meningkat. Saya sering kejar-kejaran memompa karena hasil pompa yang tadinya cukup untuk 2 kali minum, jadi cukup untuk satu kali saja. Saya tidak menyimpan ASI di kulkas seperti kebanyakan ibu bekerja menyetok ASI-nya. Tidak, saya pernah mencoba melakukan itu, tapi bayi saya menolak ASI yang telah dihangatkan. Beberapa kali mencoba, ASI saya terbuang percuma karena si kecil tak mau meminumnya.

Saya mulai kesulitan mematuhi jadwal memompa ketika saya kembali membantu suami di toko. Saya berkeras untuk membawa si kecil bersama saya. Apalagi bayi saya juga suka keluar. Di toko tanpa bantuan mama, membuat saya sering melewatkan jadwal memompa karena tak ada yang menjaga si kecil jika saya memompa. Apalagi saat itu ia mulai bisa merangkak. Memompa yang sejatinya butuh ketenangan tak akan berhasil jika terus-terusan was-was mengawasi si kecil. Ditambah lagi jika suami keluar dan saya berdua si kecil yang menjaga toko, saya tak mungkin bisa memompa karena takut kalau-kalau ada pelanggan yang datang. Karena itu, saya mulai sering demam. ASI saya pun mulai ngambek. Produksinya tak lagi sebanyak dulu, padahal, bayi saya butuh ASI yang lebih banyak lagi.

Karena kurang, maka sufor yang tadinya hanya untuk ngedot bohongan itu kemudian beralih menjadi penyambung ASI. Semakin bertambah kepintarannya, saya pun makin morat-marit memompa karena harus ekstra menjaganya yang mulai berdiri dan merayapi meja. Keadaan mulai berbalik, sufor kini mendominasi. ASI saya makin seret. Beberapa cara saya coba untuk mengembalikan produksinya, tapi tidak berhasil karena saya pun sebenarnya tahu pasti bahwa jadwal memompa yang tak teratur itulah masalahnya.

Sampai usia bayi saya masuk ke 14 bulan, saya masih berusaha untuk memberikan ASI meski produksinya jauh dari cukup. Dari yang memompa 2 jam sekali, menjadi 2 kali sehari, dan sekarang 1 kali sehari dengan hasil tak lebih dari 30 ml. Sedih, tapi untung si kecil sudah bisa makan. Jadi kebutuhannya tetap terpenuhi.

Maka, jika saya melihat postingan yang kesannya menyudutkan para ibu yang tak bisa ASIX, rasanya tak adil sekali. Karena saya yakin, seperti halnya saya, ibu yang akhirnya memberi sufor pada bayinya juga telah lebih dulu berusaha keras agar si kecil menerima haknya. Saya kagum pada ibu-ibu yang berhasil ASIX, tapi nyesek jika ibu-ibu itu lantas mendiskreditkan anak yang minum sufor. ASI memang yang terbaik, tapi bukan berarti anak yang tidak ASIX itu buruk.

Jadi, kalau ditanya orang, "Si kecil anak ASI atau anak sufor?"
Cukup jawab, "Ini anak saya!"

Ini anak saya!
Malam itu tepat jam 3 dini hari, bertepatan dengan waktunya orang bangun makan sahur, aku melahirkan seorang gadis mungil. Semua rasa sakit yang kurasa sejak ba'da maghrib, hilang berganti rasa bahagia yang tiada terkira. Aku dan bayiku kemudian dibersihkan, tapi tidak dimandikan karena hari masih terlalu malam untuk mandi. Setelah bersih, aku disarankan untuk memberikan ASI. Namun betapa sedih hatiku, yang keluar hanya setetes. Aku tetap berusaha memberikan puting susu pada bayiku, dengan harapan bila terus dihisap bayi maka akan memancing ASI keluar dengan lancar. Tapi ternyata sampai siang pun, ASI tetap tidak mau keluar. 

Hari berganti malam. Aku masih berharap dapat memberikan ASI eksklusif pada bayiku, tapi semua usahaku tak membuahkan hasil. Bayiku menangis tak berhenti, mungkin karena haus. Sedih hatiku, sayangnya tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya suami pergi mencari susu formula. Bayiku lalu berhenti menangis setelah minum pengganti ASI tadi. 

Dalam hati, aku menangis dan bertanya-tanya, “Apakah aku melakukan kesalahan sehingga ASI tak mau keluar?” 

Beberapa hari setelah itu, kondisi tidak banyak berubah. ASI hanya mau keluar sedikit saja, padahal payudaraku sudah membesar dan tegang. Tetangga yang datang menjenguk banyak memberikn saran, mulai dari harus begini-begitu, makan ini-itu, semua kucoba. Memang semakin lama ASI sudah mau keluar, namun hanya sedikit. Bayiku masih harus tetap minum susu formula agar tidak menangis terus. 

Orang bilang, lidah bayi itu tajam dan itu sangat kurasakan. Terlebih untuk puting kananku. Karena bentuknya kecil, bayiku harus menghisap ASI dengan sangat kuatnya. Aku harus menahan rasa sakit dengan menghentakkan gigiku. Akhirnya karena tidak kuat sakitnya, kusambung puting kananku dengan dot. Jadi kalau bayiku mau menyusu, kutempelkan dot itu ke puting, baru bayiku menyedotnya. Saat itu ASI sudah mau keluar, tapi jumlahnya tetap tidak mencukupi kebutuhan bayi. Ia masih tetap harus diberi susu formula, terlebih di malam hari.

Suatu hari, tiba-tiba badanku menggigil dan panas. Ini efek dari menahan rasa sakit di puting susu. Mamah saja heran kenapa putingku bisa luka padahal sudah disambung dot. Setelah aku minum obat dari bidan, yang kurasa adalah ASI mulai berkurang kembali. Sakitku ternyata tidak hanya sekali. Hingga sakit yang ketiga kalinya, aku tak mau minum obat lagi. Kubiarkan saja hingga sembuh sendiri. Memang menyiksa, tapi lebih menyiksa lagi kalau kurasakan ASI berkurang. 

Kondisi menahan sakit saat menyusui ini berlangsung hingga hampir 2 bulan. Walaupun sakit, aku kekeuh memberikan ASI. Aku tidak mau kalau bayiku hanya minum dari botol. Untungnya, bayiku sangat pengertian. Dia tetap mau minum ASI walau juga minum susu formula. Padahal kebanyakan bayi yang kalau sudah diberi susu formula, tidak mau lagi minum ASI. 

Perlahan tapi pasti, aku mulai menambah porsi makanku. Secara perlahan pula luka di puting kanan mulai sembuh. Kemudian aku memberanikan diri memberikan ASI langsung tanpa bantuan dot. Awalnya terasa sakit, tapi lama-lama aku bisa menyusui seperti biasa. Berkat perjuangan dan usahaku memperbanyak ASI, Alhamdulillah kini ASI melimpah. Aku tidak harus memberikan susu formula lagi pada anakku. Ternyata menambah porsi makan efektif untuk memperbanyak ASI. 

Memang sewaktu belum menikah bahkan saat hamil, makanku sangat sedikit. Mamah dan keluargaku sering menyebut makananku sebagai makanan kucing saking sedikitnya. Kini demi anakku, porsi makan bertambah 3 sampai 5 kali lipat. Kalau timbul rasa lapar jam berapapun itu, kapanpun itu, aku langsung makan! Padahal dulu, tidak pernah sarapan nasi. Tapi sekarang, tidak bisa kerja apa-apa kalau belum makan.

Kini putriku berumur 6 bulan. Adzkia Saufa Ramadhani namanya. Semoga menjadi anak yang sehat dan cerdas.

Dimuat dalam buku Nikmatnya Jadi Ibu (27 Aksara, 2015)
Penulis: Hermawati, guru honor dengan akun facebook Erly ThepowerofLove ini lahir di Maluku Tengah, 02 Desember 1986. Ia tinggal di Desa Wonosari, Kec. Seram Utara Timur Seti, Kab. Maluku Tengah. Hobinya membaca buku.

Hermawati
OlderStories Home